Bagaimana Seharusnya Berfatwa dan Bolehkan Menerima Fatwa Syadz?

Secara bahasa شاذ (syadz) memiliki arti menyendiri / berselisih, sedangkan secara istilah adalah sesuatu yang berseberangan dg pendapat mayoritas, tidak populer & keluar dari pendapat yg benar.

Menurut Syekh Yusuf al-Qardhawi, ada 10 pertimbangan kenapa sebuah fatwa dapat dikatakan Syadz

1. Muncul dari orang yang tidak ahlinya

Menurut Imam Syathibi, seorang Mufti itu menempati posisi Nabi dalam menjelaskan & mengajarkan hukum syariat pada manusia,  bahkan mereka menempati posisi Allah sebagaimana menurut Ibnul Qayyim, Oleh karenanya seorang yg mengeluarkan fatwa dituntut untuk benar² ahli dalam ilmu Al-Qur'an & Hadis, Ushul fiqh, Maqashid Syariah dll

2. Muncul tidak pada tempatnya

Termasuk diantara hal yang dapat menjadikan fatwa Syadz adalah fatwa tersebut muncul tidak pada tempatnya, yakni obyek yg dibahas fatwa itu hukumnya telah dipastikan secara syariat, telah maklum disemua ulama & dilandaskan pada dalil yang qhot'i, sebab Sebagaimana maklum, bahwa Hukum syariat itu ada 2 yaitu: ada hukum yg terbuka pintu ijtihadnya yakni hukum² yg ditetapkan dalil dzony dan ada juga hukum yg tidak menerima perubahan, yakni hukum² yg ditetapkan dg dalil² yg qhot'i 

3. Bertentangan dengan Nash Al-Qur'an

Menurut Syekh al-Qardhawi contoh dalam masalah ini adalah fatwa menyamaratakan bagian warisan antara laki² & perempuan, yang mana hal ini bertentangan dengan QS. Annisa': 11

يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۚ فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَۚ وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُۗ وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُۚ فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍۗ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًاۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا

Begitu juga dengan fatwa menghalalkan khomer dengan dalih untuk menghangatkan tubuh bagi orang² yg tinggal di daerah dingin, yang mana hal ini bertentangan dengan QS. al-Maidah: 90

اِنَّمَا الۡخَمۡرُ وَالۡمَيۡسِرُ وَالۡاَنۡصَابُ وَالۡاَزۡلَامُ رِجۡسٌ مِّنۡ عَمَلِ الشَّيۡطٰنِ  

4. Bertentangan dg Nash hadits yg telah disepakati kesahihannya

Contoh dr hal ini adalah seperti fatwa yg dikeluarkan oleh Syekh Muhamad Abduh tentang kebolehan membuat patung dg alasan, bahwa zaman sekarang patung sudah tidak lagi dikawatirkan disembah & juga fatwa ulama² Mesir yg mengganggap التبرج (berhias) bagi wanita dg membuka aurat, bertato, mencukur bulu alis Sebagaimana yg dilakukan oleh wanita² eropa adalah bagian dari dosa kecil yg dosanya bisa hilang hanya dg wudhu 

5. Bertentangan dengan kesepakatan yg telah diyakini

Contoh dari hal ini adalah fatwa dari Syekh al-Bani tentang keharaman perempuan yg mengunakan kalung dari emas & fatwanya tentang tidak wajibnya zakat pada harta dagangan 

6. Bertentangan dengan qiyas jali/ disandarkan pada qiyas yg salah

Qiyas jali adalah jenis qiyas yg illatnya jelas & berdasarkan dalil yang pasti, maka sebuah fatwa dikatakan Syadz bila berseberangan dengan qiyas tersebut, Seperti fatwa sebagian ulama tentang ketiadaan riba antara negara dg warganya, Begitu juga fatwa Syekh Izzat Atiya yg membolehkan seorang perempuan menyusui pria rekan kerjanya dg tujuan agar terhindar dari dosa khalwat (berduaan) selama bekerja  

7. Bertentangan dengan Maqashid Syariah

Diantara pertimbangan sebuah fatwa dianggap sesat & tidak benar adalah sebuah fatwa yg hanya berlandaskan makna tekstual Nash tanpa memperhatikan Maqashid Syariah yang ada, seperti fatwa² ulama Habasyah tntng gugurnya kewajiban sholat Jum'at bagi seseorang yg telah makan bawang, kelegalan melihat gambar porno & fatwa mereka yg tidak menganggap mata uang sekarang sebagai mata uang syar'i 

8. Berasal dari Penggambaran yang tidak sesuai dengan kenyataannya

Seperti fatwa Syekh al-Bani tentang wajibnya orang muslim hijrah (keluar) dari negara Palestina, fatwa Sayid Thonthowi yg membolehkan bunga Bank & fatwa sebagian ulama tentang keharusan berdamai dg Negara Israel 

9. Berasal dri hal yg tidak layak dijadikan dalil

Diantara hal yang dapat menjadikan Syadznya sebuah fatwa adalah dilandaskan pda hal yg tidak bisa dijadikan landasan, seperti fatwa yg hanya didasarkan Pada akal, sebagaimana Al-Qur'an yg mengingkari & mengecam sebuah keputusan yang hanya didasarkan pada akal semata / mengikuti apa yang dilakukan leluhurnya / mengikuti hawa nafsunya

قُلْ اَرَاَيْتُمْ مَٓا اَنْزَلَ اللّهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُم مِنهُ حَرَامًا وحَلٰلًا قُلْ ءٓاللهُ اَذِنَ لَكُمْ اَمْ عَلَى اللهِ تَفْتَرُوْنَ (يونس : ٥٩)

10. Fatwa tanpa memandang perubahan tempat, masa & keadaan yang ada

Contoh dalam hal ini adalah fatwa ulama yang menolak hisab untuk menentukan awal bulan Hijriyah

نحن امة امية، لا تكتب ولا تحسب

Wallahu Ta'ala a'lam
Bagaimana Seharusnya Berfatwa dan Bolehkan Menerima Fatwa Syadz?

Bagaimana fatwa bisa dikatakan Syadz ?

0 Komentar