Dalam tasawuf, bai'at berarti perjanjian atau sumpah setia antara seorang murid dengan gurunya. Sehingga dengan Sumpah ini, seorang murid diharuskan mematuhi metode bimbingan gurunya dalam menerapkan hukum Islam secara penuh, kemudian sebagai imbalannya, guru tersebut akan menerangi jalan sang murid dan membantunya agar tercapai tujuannya.
Menurut Keputusan Muktamar Jam'iyyah Ahli Thariqah Mu'tabarah ke 1 di Tegalrejo, Magelang Tanggal 18 Rabiul Awal 1377 H / 12 Oktober 1957 M, Sebagaimana dimuat dalam kitab al-Fuyudlat al-Rabbaniyyah fi Muqorrarat al-Mu'tamarat li Jami'yyati Ahli Thoriqot al-Mu'tabarat, bahwa seseorang yang ingin belajar memperbaiki diri dari sifat-sifat tercela dan menghiasi dirinya dengan sifat-sifat terpuji, maka orang tersebut terkena hukum Fardhu ain untuk berbai'at thoriqoh, namun jika tujuan seseorang hanya ingin mewiridkan dzikir atau wirid dari Nabi, maka hal itu adalah sunah Rasulullah. Adapun melakukan dzikir atau wirid setelah bai'at, maka hukumnya menjadi wajib, karena hal tersebut adalah bagian dari menepati janji
فان كان الدخول فى الطريقة هو التعلم بتزكية النفس عن الرذاءل وتحليتها بالمحامد ففرض عين، وان كان المراد به هو الدخول فى الطريقة المعتبرة المخصوصة بالذكر والاوراد فمن سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم. اما العمل بها بعد المبايعة فواجب لوفاء العهد. (الفيوضات الربانية فى مقررات المؤتمرات لجمعية اهل الطريقة المعتبرة: ٦-٧)
Meskipun pada muktamar tersebut hasil keputusan ini mencapai kata sepakat, namun oleh KH. Misbah Zainal Musthofa Bangilan (w: 1414 H / 1994 M) dalam kitabnya al-iklil fi Ma'ani al-Tanzil (juz:11) jawaban tersebut disanggah dan dianggap jawaban yang tidak dapat dibenarkan. Menurutnya, jika benar bahwa hukum berbai'at thoriqoh adalah fardhu ain, maka akan banyak orang Islam di seluruh dunia yang terkena dosa, bahkan para ulama zaman salaf dan para sahabat Nabi juga akan terkena dosa yang sama
اَفَا فٓنُولِيسْ كَغْ سَلَاهْ فَهَمْ اَفَا كَغْ يِييَارَاكَي كَغْ سَلَاهْ فَهَمْ وَاللّٰهُ اَعْلَمْ
Kiai Misbah menyandarkan sanggahannya itu dengan beberapa pendapat ulama yang tervalidasi, diantaranya beliau merujuk pada kitab Fath al-Karim al-Kholiq Syarah al-Dur al-Faiq karya Syekh Ali al-Makkki bin Muhammad bin Ahmad bin Hassan Makki (w: 1289 H), dimana didalamnya dijelaskan, bahwa bai'at antara guru dan Ahli Thoriqah hukumnya adalah Sunah, tidak wajib (fardlu ain), karena maksud bai'at yang terjadi antara para sahabat dulu dengan Nabi adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa orang yang tidak berbai'at terkena dosa. Tidak ada satupun imam yg ingkar dalam hal bai'at ini, oleh karenanya, ketiadaan keingkaran para imam ini bisa dianggap sebagai bentuk ijma' (kesepakatan), bahwa bai'at hukumnya adalah tidak wajib
وبيعة المشايخ سنة وليست بواجبةٍ لأن الناس بايعوا النبي صلى الله عليه وسلم وتقربوا إلى الله تعالى ولم يدل دليل على تأثيم تاركها ولم ينكر أحد من الأئمة على تركها فكان كالإجماع على أنها ليست بواجبةٍ
Demikian juga dengan kitab Durar al-Ghawwas ala fatawi Sayyidina Ali al-Khowwas karya Syekh Abdul Wahab al-Sya'roni (w: 873 H), dimana didalamnya dijelaskan, bahwa bai'at Thoriqoh adalah salah satu hal yang tidak ia sukai, sebab jika seseorang melanggar bai'at tersebut, maka ia akan terkena konsekuensi 2 dosa, yaitu dosa melanggar perintah Allah dan dosa melanggar janji yang telah ia buat
وسألته رضي الله عنه: عما يفعله المشايخ من ترتيب الأوراد للمريدين هل هو مذهبكم ؟ فقال: لا، ذلك مما اكرهه ولا أقول به - إلى أن قال - فقلت له: فما مذهبكم في المعاهدة للمريد بأنه لا يعود يعصى الله عز وجل ؟ فقال: هو أيضاً مما نكرهه، لأنه لا يأمن متعاطى ذلك من الوقوع في الخيانة، فيصير عليه إثم المعصية وإثم خيانة العهد، ولو أنه لم يقع في معاهدة لكان عليه إثم واحد
Tidak hanya itu, Kiai Misbah juga menyebut, bahwa keputusan Muktamar Jam'iyyah Ahli Thariqah tersebut juga berdampak pada propoganda yang dimunculkan oleh sebagian oknum. Mereka menggembor-gemborkan, bahwa seseorang tidak bisa merawat hati hanya dengan membaca serta memahami Al-Qur'an dan hadits
اُوچَفَانَ كَغْ مٓغكيني ايكي سُووِيجِينِي اُوچَفَانَ كَغْ غَمفٓريهَاكَي كٓدودوكاني القرآن لَنْ سُنَّةْ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم. اُوچَفَانَ كَغْ غَغْكٓبْ سٓفي فٓغٓندِيكَانَي الله لَنْ فٓغٓندِيكَانَي رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم
Walhasil, membersihkan hati dan mensucikan diri adalah sesuatu yang wajib, baik dengan membaca wirid, dzikir dan sebagainya. Namun meski demikian, berbai'at dan sumpah setia kepada seorang guru adalah hal yang lain. Sebagaimana dalam belajar, adakalanya seseorang belajar lewat sekolah formal dengan melakukan pendataan dan ada juga yang belajar non formal tanpa terikat dan tanpa pendaftaran
Wallahu Ta'ala a'lam bis Shawab.
0 Komentar