Tafsir Tunggal dan Cara Membaca Tafsir Al Quran dengan Baik dan Benar

Cara membaca Tafsir dengan baik dan benar menurut Syaikhina KH. Maimoen Zubair Sarang

" Tuhan tidak akan bertanya berapa jumlah 5
   ditambah 5 ? sebab jawabannya pasti 10,
   tapi Tuhan akan bertanya berapa ditambah
   berapa yang nanti hasilnya menjadi 10 ? "

Syaikhina KH. Maimoen Zubair Sarang sebagaimana dijelaskan oleh KH. Baha'uddin Nur Salim (Gus Baha') saat ngaji bareng di UII Yogyakarta pada kamis 3 Jumadil akhir 1446 H / 5 Desember 2024 M Menjelaskan, bahwa Tafsir adalah ilmu hasil ijtihad (kerja keras) para ulama untuk membantu manusia memahami makna dan pesan ayat-ayat Al-Qur'an, sehingga memudahkan manusia untuk mengamalkan Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, tafsir sendiri bersifat relatif, tidak mutlak dan tidak mengikat, sebab setiap mufassir (ahli tafsir) memiliki latar belakang, metodologi & pemahaman yang berbeda, sehingga menghasilkan penafsiran yang berbeda pula

" Pesen Mbah Maimoen guru saya, tafsir itu 
  biarkan tetep tafsir, jangan mengganti
  kalimatun jami'ah atau lafadzun jami' yang
  ada di Qur'an, karena kalau tafsir
  membentuk, nanti menjadi mudhoyyiq
  (mempersempit) makna Qur'an.."

Gus Baha' pada waktu itu mencontohkan QS. Al-Baqarah: 21 yang berisi perintah Allah pada manusia agar menyembahnya, sementara diketahui, bahwa menurut Ahli Tafsir, perintah itu turun pada penduduk Makkah saat itu. Oleh karenanya, patokannya adalah keumuman dari lafad, bukan kekhususan sebab dari terjadinya peristiwa sebagaimana yang disebutkan oleh para ahli tafsir. Hukum yang diambil dari lafadz umum itu melampaui sebab yang khusus

العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب

Sebelumnya, Gus Baha' juga mencontohkan tentang qoshor sholat dalam QS. Annisa: 101 yang didefinisikan oleh ulama fiqih sebagai solat yang diringkas, yakni solat yang aslinya 4 raka'at menjadi 2 raka'at, namun sebagemana penjelasan Imam al-Thobari (w: 310 H) dalam tafsirnya, bahwa para Mufassir, apalagi ulama yang mindsetnya fiqih, kadang terjebak dalam hal itu, sebab qoshor tidak hanya berlaku pada istilah memperingkas raka'at solat saja, tapi juga digunakan untuk istilah yang asalnya wajib dalam solat menjadi tidak wajib, seperti dalam keadaan tertentu seseorang boleh tidak menghadap kiblat & boleh bergerak lebih dari 3 kali dalam solat 

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِينًا

Dalam kesempatan yang lain, yakni saat resepsi pernikahan Gus Lubab bin KH. Faruq dengan Ning Husna binti KH. Nur Hamid (Ahad 19 Jumadil akhir 1440 H / 24 februari 2019 M) di Sedan Rembang, Gus Baha' menyampaikan salah satu resep mudah dari Syaikhina Maimoen agar seseorang mudah memahami tafsir / ayat Qur'an, yaitu dengan cara mengembalikan ayat itu pada lafaz yang menjadi Asbabun Nuzul atau sebab ayat itu diturunkan

" Kulo nate didawuhi Mbah Moen, Ha' Kowe
  nak ngalim Tafsir iku ayat ganti asal usule
  Asbabin Nuzul, engko lak ketoro maknane.."

Contoh sederhana dari hal ini adalah larangan Allah untuk menikahi orang musyrik dalam QS. Al-Baqarah: 22, bahwa kembalinya kata الْجَنَّة (surga) adalah kata نكاح المؤمن (menikahi orang mu'min), sehingga ayat tersebut menimbulkan makna, bahwa barang siapa menikahi orang mu'min, Maka balasan bagi mereka adalah surga 

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْاۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ

Sementara itu, saat acara Haul Masyayikh ke-35 di PP. Al-iman Bulus Purworejo (Selasa 23 Sya'ban 1442 H / 6 April 2021 M), Gus Baha' menjelaskan, bahwa diantara cara mudah dalam memahami sebuah ilmu terlebih Tafsir adalah dengan mencari sisi ekstrim dari ayat atau ilmu itu, sederhananya, sisi ekstrim adlah jika pemahaman itu salah dan keliru, maka akan membuat seseorang malu

" Misale kita sepakat Qur'an dawuhe Allah, 
  tapi kenapa ada kata إياك نعبد, mosok Allah
  nyuwun tulung Nabi Muhammad, makanya
  dalam Jalalain dikira-kirakan lafadz قُل.."

Walhasil, mempelajari tafsir dari berbagai sumber kredibel adalah anjuran bagi umat Islam, namun harus juga tetap kritis & tidak terpaku pada satu penafsiran saja, sebab tidak ada penafsiran tunggal, sebagrmana perbedaan mendiskripsikan seekor Gajah, Sebagian orang mendiskripsikan sebagai binatang bertubuh besar, sebagian lain mendiskripsikan sebagai hewan berbelalai panjang & bertelinga lebar, sebagian yang lain mendiskripsikan dengan hal yang berbeda lagi, demikian juga dengan hasil dari angka 10, bisa jadi adalah 9+1, bisa juga 8+2 dll, Semua itu benar dalam konteks ini, justru yang terpenting adalah saling menghargai & tidak memaksaan harus ada tafsir tunggal

Wallahu a'lam .

0 Komentar