Al Qur'an adalah kitab yang telah mendapatkan jaminan oleh Allah SWT, bahwa Dia akan menjelaskan ayat-ayat yang perlu dijelaskan. Allah berfirman:
{ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنا بَيانَهُ}[القيامة: 19].
"Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasan Al Qur'an."
Nabi Muhammad SAW juga telah menerima ayat-ayat yang ditujukan untuk menjelaskan ayat-ayat yang lainnya dalam Al Qur'an berupa syariat, adab, hukum dan pelajaran, yang kita butuhkan penjelasannya agar kita mendapatkan petunjuk menuju keberuntungan di dunia dan akhirat, Allah berfirman:
{وَأَنْزَلْنا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ ما نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ}[النحل: 44]
"Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan."
Di antara penjelasan tentang ayat-ayat Al Qur'an yang sangat kita butuhkan adalah penjelasan yang ada di dalam Al Qur'an itu sendiri, ini karena Allah SWT tentu lebih tahu apa maksud dari ayat-ayat Nya. Oleh karena itulah, para ulama sepakat bahwa cara dan metode terbaik dalam menafsirkan Al Qur'an adalah dengan menafsirkannya menggunakan Al Qur'an.
Ide menafsirkan Al Qur'an dengan Al Qur'an sudah tumbuh sejak dini di awal mula fase dakwah Islam, bahkan bisa dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang pertama yang mengenalkan metode tafsir Al Quran dengan Al Qur'an.
Hal ini nampak misalnya dalam sebuah peristiwa ketika para sahabat merasa berat dengan firman Allah yang berbunyi:
{الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ}[الأنعام: 82].
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik)."
Mereka merasa, sangat sulit sekali tidak mencampuradukkan keimanan dengan kezaliman yang mungkin terjadi khususnya kepada diri sendiri, sehingga mereka mengadu kepada Nabi Muhammad dan berkata: "Siapakah di antara kami yang tidak pernah menzalimi diri sendiri?"
Mendengar aduan ini, maka Nabi menjelaskan bahwa kezaliman yang dimaksud dalam surah Al An'am tsb adalah syirik, lalu Nabi menyebutkan ayat yang menjadi acuan penafsiran beliau, yaitu ayat yang berbunyi:
{يا بُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ}[لقمان : 13].
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya syirik adalah benar-benar kezaliman yang besar."
Sangat wajar jika Nabi Muhammad dan juga para sahabat yang mengikuti metode beliau, menjelaskan Al Qur'an dengan mengaitkannya pada ayat lain, karena mereka menyadari bahwa penjelasan yang terbaik adalah penjelasan dari Allah yang menurunkan Al Qur'an. Dan pada kenyataannya, terdapat banyak sekali ayat-ayat Al Qur'an yang dijelaskan pada ayat yang lain, bermakna umum di sebuah ayat lalu dikhususkan pada ayat yang lain, bermakna global di sebuah ayat, dan didetailkan pada ayat yang lain, bermakna mutlak di sebuah ayat dan dibatasi maknanya di ayat yang lain, dijelaskan sekilas di sebuah ayat dan dijabarkan dengan panjang lebar di ayat yang lain, dan berbagai hubungan antar ayat lainnya yang sangat mengesankan.
Oleh karena itu, penafsiran Al-Qur'an dengan Al Qur'an menjadi langkah awal yang direkomendasikan oleh jumhur mufassirin dalam usaha memahami ayat-ayat Allah. Dan hal ini pula yang memantapkan niat saya untuk menulis tafsir yang pertama ini dalam bingkai tafsirul Quran bil Qur'an.
0 Komentar