Akidah Batil Salafi Wahabi Bahwa Allah Bergerak

👉 Pemahaman akidah yang disampaikan oleh seseorang yang berfaham akidah batil mujassimah dalam video dibawah , merupakan pemahaman yang menyimpang dan jauh dari pemahaman ulama ahlusunnah dan ulama salaf , tapi lucunya ,orang semacam ini selalu menyematkan nama salaf dalam dirinya ,dan mengaku paling salafi sejati ..

👉 Keyakinan Salafi Wahhabi, seperti dalam vidio dibawah yang menyatakan Allah memiliki sifat bergerak. Dan tentu juga dalam hal ini pasti memiliki sifat diam. Karena setelah bergerak ada sifat diam setelahnya ..

👉Keyakinan adanya sifat bergerak oleh salafi Wahabi berangkat dari cara memahaminya terhadap teks syariah (al Qur’an dan al Hadits) secara tekstual atau harfiah saja. Sifat bergerak bagi Allah swt oleh mereka dipamahi dari hadits:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ

Artinya: “Tuhan kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit-langitnya dunia setiap malam ketika sudah sepertiga malam terakhir” (HR. Bukhari dan lainnya)

👉Mereka memahami, dzat Allah swt turun dari Arsy ke langit-langit dunia setiap malam, tepatnya pada sepertiga terakhir malam dengan turun secara haqiqi. Dzat yang berupa suatu benda tertentu turun dari atas ke langit-langit dunia sebagaimana turunnya benda pada biasanya.

👉Dari penafsiran ini, Salafi Wahhabi memahami Allah swt bergerak dari atas Asry menuju ke langit-langit bumi pada sepertiga malam, kemudian ia diam di selain waktu itu. Ini yang menjadi alasan mengapa Salafi Wahhabi menetapkan sifat bergerak dan diam bagi Allah swt.

Bagaimana dengan Ahlussunnah wal Jama’ah ?

👉Ahlussunnah wal Jama’ah menolak keras menambah-nambah sifat Allah swt selain yang dijelaskan di dalam al Qur’an dan al Hadits, seperti sifat bergerak atau diam (tidak bergerak). Sifat ini tidak disebutkan secara sharih oleh Allah swt atau pun Rasul_Nya. Sebab itu, Ahlussunnah wal Jama’ah tidak memberikan sifat bergerak atau diam bagi Allah swt. Sekalipun secara akal sehat manusia itu tidak mungkin terjadi bagi Allah swt.

👉Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah, Allah swt tidak memiliki sifat bergerak. Karena sifat bergerak akan terwujud kalau ada sifat diam. Sesuatu dikatakan bergerak jika bisa diam. Tidak ada sesuatu yang bergerak tetapi tidak bisa diam, pasti bisa diam. Dan kedua sifat ini hanya terjadi kepada benda. Sementara Allah swt bukan benda. Sehingga tidak mungkin bergerak atau diam.

👉Di dalam kitab Al Asma’ was Sifat’, imam al Baihaqi, salah satu pakar hadits Ahlussunnah wal Jama’ah yang muktabar ,juga sering mereka kutip nama beliau , beliau merupakan ulama ahli hadis ahlusunnah dan Beraqidah ahlusunnah berhaluan al Asy’ariyah menegaskan bahwa Allah swt tidak memiliki sifat bergerak atau diam. Maha suci Allah dari sifat sifat makhluk yang demikian .

فَإِنْ قَالَ هَلْ يَتَحَرَّكُ إِذَا نَزَلَ ؟ فَقَالَ إِنْ شَاءَ يَتَحَرَّكُ وَإِنْ شَاءَ لَمْ يَتَحَرَّكْ. وَهَذَا خَطَأٌ فَاحِشٌ عَظِيْمٌ، وَاللهُ تَعَالَى لَا يُوْصَفُ بِالْحَرْكَةِ، لِأَنَّ الْحَرْكَةَ وَالسُّكُوْنَ يَتَعَاقَبَانِ فِيْ مَحَلٍّ وَاحِدٍ، وَإِنَّمَا يَجُوْزُ أَنْ يُوْصَفَ بِالْحَرْكَةِ مَنْ يَجُوْزُ أَنْ يُوْصَفَ بِالسُّكُوْنِ، وَكِلَاهُمَا مِنْ أَعْرَاضِ الْحَدَثِ، وَأَوْصَافِ الْمَخْلُوْقِيْنَ، وَاللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مُتَعَالٍ عَنْهُمَا، لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

Artinya: “Jika ada orang bertanya: Apakah Allah swt bergerak ketika turun ? Lalu orang lain menjawabnya: Jika Allah swt menghendaki maka ia bergerak, jika tidak maka tidak bergerak. Pernyataan ini adalah kekeliruan yang parah, dan besar. Allah ta’ala tidak bisa disifati dengan bergerak. Karena sifat bergerak dan diam adalah sifat yang saling bergantian dalam satu tempat. Sesorang bisa disifati bergerak jika ia bisa disifati diam. Dan kedua sifat ini merupakan tabiat sesuatu yang baru dan sifatnya makhluk. Allah tabaraka wa ta’ala maha agung dari kedua sifat ini. Allah swt tidak sama dengan sesuatu apapun”

👉Jadi, di dalam Ahlussunnah wal Jama’ah meyakini Allah swt tidak memiliki sifat bergerak atau diam. Karena kedua sifat ini merupakan sifatnya sesuatu yang baru. Sementara Allah swt qadim. Adapun pernyataan Nabi saw bahwa Allah swt turun pada langit-langit dunia bisa diarahkan kepada rahmat_Nya bukan dzat_Nya. Atau makna nuzulnya cukup diserahkan kepada Allah swt, yang jelas tidak diartikan turun dari arah atas ke arah bawah.

_____________________

👉Ketika membicarakan sifat Allah yang berupa tindakan (af’âl), semisal sifat istiwâ’, nuzûl (turun), majî’ (datang) dan sebagainya, ada beberapa orang yang memahami bahwa Allah itu bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini bukan hanya terjadi dewasa ini, namun sudah dimulai dari era klasik di sebagian kecil kalangan ahli hadits. Ibnu Rajab al-Hanbali (795 H) menceritakan bahwa sebagian ahli hadits di masa belakangan dari kalangan Hanabilah (pengikut Imam Ahmad) secara gamblang mengatakan bahwa Allah bergerak, dan bahkan mereka menisbatkannya pada Imam Ahmad sendiri, sayangnya semuanya tidak benar. Ia berkata:  

 ومنهم من يصرح بلوازم ذلك من إثبات الحركة. وقد صنف بعض المحدثين المتأخرين من أصحابنا مصنفاً في إثبات ذلك، ورواه عن الامام أحمد من وجوه كلها ضعيفة، لا يثبت عنه منها شيء.  

 “Sebagian ahli hadits ada yang terus terang menetapkan konsekuensi dari hakikat turunnya Allah, yakni penetapan adanya gerakan. Para ahli Hadits di masa belakangan dari kalangan kami (Hanabilah) membuat karangan untuk menetapkan itu dan mereka meriwayatkannya dari Imam Ahmad dari sanad-sanad yang seluruhnya lemah, tak ada satu pun dari sanad itu yang valid”. (Ibnu Rajab, Fath al-Bâry, juz IX, halaman 494).  

👉 Jadi, sebagian ulama ahli hadits bermazhab Hanbali memang mengatakan bahwa Allah bergerak. Mereka tampaknya acuh pada fakta bahwa sama sekali tak ada ayat atau hadis yang mengatakan bahwa Allah bergerak, dan bahwasanya bergerak adalah tindakan yang hanya bisa dilakukan oleh jism (susunan materi) yang terbatas dalam ruang. Sebab merekalah akhirnya muncul pernyataan sebagian orang bahwa banyak pengikut Imam Ahmad di masa belakangan beraqidah tajsîm (meyakini bahwa Allah berbentuk fisik).   

👉Berbeda dengan mereka, para ulama Ahlussunnah menyatakan dengan jelas bahwa Allah tidak bergerak dan bahkan mustahil bergerak sebab Allah memang bukanlah jism. Mengatakan bahwa Allah bergerak hanya akan menodai kesucian Allah sebab melekatkan sifat yang menjadi ciri khas makhluk kepada Allah. 

👉Berikut ini adalah beberapa pernyataan mereka:   

✅Imam Ahmad bin Hanbal (241 H), sebagaimana dinukil oleh Ibnu al-Banna’ al-Hanbali (471 H): 

  ونقل عن ابن البناء في اعتقاد الإمام أحمد قوله: ولا يقال بحركة ولا انتقال  

 “Ibnu al-Banna’ berkata tentang hadis Nuzûl dalam aqidah Imam Ahmad: Tak boleh dikatakan turun dengan bergerak atau berpindah”. (Ahmad bin Hamdan, Nihâyat al-Mubtadi’în, 32)  

✅ Imam al-Thabari (310 H):  

 علا عليها علوّ مُلْك وسُلْطان، لا علوّ انتقال وزَوال.  

 “Allah Maha Tinggi di atas Arasy, seperti tingginya Raja dan Sultan, bukan tinggi dalam arti berpindah atau bergerak”. (Imam al-Thabari, Tafsîr at-Thabary, juz I, halaman 430) 

✅ Imam al-Baihaqi (458 H):

  وَأَفْعَالُ اللَّهِ تَعَالَى تُوجَدُ بِلَا مُبَاشَرَةٍ مِنْهُ إِيَّاهَا وَلَا حَرَكَةٍ

   “Tindakan Allah Ta’ala ada tanpa sentuhan dari-Nya kepada objek dan tanpa adanya pergerakan”. (Imam al-Baihaqi, al-Asmâ’ wa as-Shifât, juz II, halaman 308).

 ✅Imam al-Qurthuby (671 H):  

 والقاعدة تنزيهه عز وجل عَنِ الْحَرَكَةِ وَالِانْتِقَالِ وَشَغْلِ الْأَمْكِنَةِ.   

“Kaidahnya adalah menyucikan Allah ﷻ dari gerakan, perpindahan, dan bertempat”. (Imam al-Qurthuby, Tafsîr al-Qurthuby, VI, 390)  

✅ Ibnu Abdil Barr (461 H):  

 وَقَدْ قَالَتْ فِرْقَةٌ مُنْتَسِبَةٌ إِلَى السُّنَّةِ إِنَّهُ يَنْزِلُ بِذَاتِهِ! وَهَذَا قَوْلٌ مَهْجُورٌ لِأَنَّهُ تَعَالَى ذِكْرُهُ لَيْسَ بِمَحَلٍّ لِلْحَرَكَاتِ وَلَا فِيهِ شَيْءٌ مِنْ عَلَامَاتِ الْمَخْلُوقَاتِ  

 “Kelompok yang menisbatkan diri pada sunnah telah berkata bahwa Allah turun dengan Dzat-Nya!. Ini adalah perkataan yang tertolak sebab Allah yang Maha Tinggi penyebutannya bukanlah tempat bagi pergerakan dan tak ada dalam diri-Nya satu pun tanda-tanda kemakhlukan”. (Ibnu Abdil Barr, al-Istidzkâr, juz II, halaman 530).   

✅Dalam kitab at-Tamhîd, Ibnu Abdil Barr menjelaskan alasan kemustahilan adanya gerakan dari Allah agak terperinci sebagai berikut:

   وَقَدْ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا وَلَيْسَ مَجِيئُهُ حَرَكَةً وَلَا زَوَالًا وَلَا انْتِقَالًا لِأَنَّ ذَلِكَ إِنَّمَا يَكُونُ إِذَا كَانَ الْجَائِي جِسْمًا أَوْ جَوْهَرًا فَلَمَّا ثَبَتَ أَنَّهُ لَيْسَ بِجِسْمٍ وَلَا جَوْهَرٍ لَمْ يَجِبْ أَنْ يَكُونَ مَجِيئُهُ حَرَكَةً وَلَا نَقْلَةً

 “Allah ﷻ telah berfirman ‘dan telah datanglah Tuhanmu dan para Malaikat berbaris-baris’, kedatangan-Nya bukanlah sebuah gerakan, pergeseran atau perpindahan sebab semua itu hanya terjadi apabila yang dating adalah susunan materi (jism) atau materi tunggal (jauhar). Ketika telah valid bahwa Allah bukanlah susunan materi atau materi tunggal, maka kedatangannya bukan berarti gerakan atau perpindahan”. (Ibnu Abdil Barr, at-Tamhîd limâ fî al-Muwattha’ Min al-Ma’ânî wa al-Asânîd, juz VII, halaman 137)  

✅ Imam an-Nawawi (676 H):  
 
هَذَا الْحَدِيثُ مِنْ أحَادِيثِ الصِّفَاتِ وَفِيهِ مَذْهَبَانِ مَشْهُورَانِ لِلْعُلَمَاءِ سَبَقَ إِيضَاحُهُمَا فِي كِتَابِ الْإِيمَانِ وَمُخْتَصَرُهُمَا أَنَّ أَحَدُهُمَا وَهُوَ مَذْهَبُ جُمْهُورِ السَّلَفِ وَبَعْضِ الْمُتَكَلِّمِينَ أَنَّهُ يُؤْمِنُ بِأَنَّهَا حَقٌّ عَلَى مَا يَلِيقُ بِاللَّهِ تَعَالَى وَأَنَّ ظَاهِرَهَا الْمُتَعَارَفُ فِي حَقِّنَا غَيْرُ مُرَادٍ وَلَا يَتَكَلَّمُ فِي تَأْوِيلِهَا مَعَ اعْتِقَادِ تَنْزِيهِ اللَّهِ تَعَالَى عَنْ صِفَاتِ الْمَخْلُوقِ وَعَنِ الِانْتِقَالِ والحركات وسائر سمات الخلق  

 “Hadits nuzûl ini termasuk hadits-hadits tentang sifat Allah. Di dalamnya ada dua mazhab yang terkenal di kalangan ulama, yang telah diterangkan sebelumnya di bab kitab al-Îmân. Secara ringkas, salah satunya adalah mazhab mayoritas ulama Salaf dan sebagian ahli kalam bahwasanya hadis tersebut diyakini bahwa itu benar sesuai dengan pengertian yang layak bagi Allah Ta'ala dan bahwa makna lahirnya yang telah dikenal dalam diri kita bukanlah yang dimaksud, dan tidak juga ditakwil serta diyakini bahwa Allah Maha Suci dari sifat-sifat makhluk, perpindahan dan pergerakan dan seluruh tanda-tanda ke makhlukan”. (Imam an-Nawawi, Syarh an-Nawawi ‘alâ Muslim, juz VI, halaman 36)   

✅Ibnu Hajar al-Asqalâni (852 H): 

  فَمُعْتَقَدُ سَلَفِ الْأَئِمَّةِ وَعُلَمَاءِ السُّنَّةِ مِنَ الْخَلَفِ أَنَّ اللَّهَ مُنَزَّهٌ عَنِ الْحَرَكَةِ وَالتَّحَوُّلِ وَالْحُلُولِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْء  

 “Maka aqidah para imam Salaf dan ulama sunnah dari kalangan belakangan (khalaf) adalah bahwa sesungguhnya Allah disucikan dari pergerakan, perubahan dan bertempat. Tiada satu pun yang sama dengan-Nya”. (Ibnu Hajar al-Asqalâni, Fath al-Bâry, juz VII, 124).    

👉Demikianlah, tak terhitung jumlah pernyataan para ulama yang menjelaskan bahwa Allah tak bergerak sebab Allah bukanlah jism. 

👉Bahkan Qadli Abu Ya’la (458 H), yang oleh banyak ulama dikenal sebagai salah satu tokoh bermazhab Hanbali yang sangat terpengaruh aqidah tajsîm, mengatakan dengan tegas bahwa Allah tak bergerak. Ia berkata:   

وقد وصفه النبي بالنزول إلى السماء الدنيا والعلو، لا على جهة الانتقال والحركة، كما جازت رؤيته، لا في جهة، وتجلی للجبل، لا على وجه الحركة والانتقال  

 “Nabi telah menyifati dengan nuzûl (turun) ke langit dunia dan sekaligus ‘uluw (Maha Tinggi), tetapi bukan dalam arti berpindah dan bergerak, seperti halnya bisa saja Allah dilihat tak dalam arah tertentu dan menampakkan diri pada gunung (dalam kisah Nabi Musa) bukan dalam arti bergerak dan berpindah”. (Ahmad bin Hamdan, Nihâyat al-Mubtadi’în, 32)

__________

Maka dalam hal ini sangatlah jelas bahwa Allah berish Dari sifat makhluk seperti bergerak dan diam , dan akal kita tentu tidak akan pernah sampai memahami sesuatu yang diluar makhluk ,maka dari itu kita iman terhadap adanya Allah dan sifat sifatnya yg bersih dari kemakhlukan , dan semoga kita dijauhkan dari pemahaman yg sesat dan batil sebagaimana mereka membawa akidah batil berbaju nama salafi ..

BANTAHAN TERHADAP AKIDAH BATIL SALAFI WAHABI BAHWA ALLAH BERGERAK 


Wallahu alam

0 Komentar