Sanad dan sejarah Muhafadzoh (menghafal) di pondok pesantren Sarang

Dalam khazanah Islam, metode hafalan merupakan bagian tidak terpisahkan dalam proses menuntut ilmu. Ia sudah dikenal dan dipraktekkan sejak zaman baginda Rasul shalallahu alaihi wasallam, para sahabat nabi menghafal firman Allah dan sabda Baginda Nabi itu sendiri, sebagaimana disinggung oleh Imam syathibi dalam al-Muwafaqot nya

 إن العلم كان في صدور الرجال، ثم انتقل إلى الكتب، وصارت مفاتحه بأيدي الرجال

Tradisi menghafal tersebut terus berjalan dari generasi ke generasi, bahkan para penuntut ilmu tidak hanya menghafal Al-Qur'an & al-Sunah, mereka juga menghafalkan karya-karya dari para ulama sebelumnya sebagai penunjang pemahaman terhadap Al-Qur'an & al-Sunah dan juga sebagai sarana cepat dalam mengumpulkan masalah-masalah yang terkait.

Tradisi ini juga berlaku pada para Tholibin di Indonesia, terlebih yang berada di pesantren, dimana para Tholibin dituntut untuk menghafal berbagai kitab dari beberapa disiplin ilmu seperti jurumiyah, imrithi, alfiyyah Ibnu Malik, taqrib, zubad, ghoyatul wushul, murtaqal wushul, khoridah, bad'ul amali, jauharatut tauhid bahkan kitab seperti minhajut Tholibin karya imam Nawawi.

Di pondok Sarang sendiri, sebagaimana penjelasan KH. Baha'uddin Nur Salim (Gus Baha') saat di Lirboyo pada kamis 12 Maret 2020 M, bahwa metode menghafal kitab baik nadzoman maupun natsar dibawa oleh KH. Ahmad bin Syuaib (kakek dari Syaikhina Maimoen), yang mana hal itu sebagaimana ajaran dari guru KH. Ahmad, yakni Sayyid Umar Syatho, yang tidak lain adalah kakak kandung dari Sayid Abi bakar Syatho pengarang kitab Ianatut Tholibin

" Diantara ciri khas pengajaran Sayyid Umar Syatho adalah hanya mau mengajar kitab matan saja, yakni kitab-kitab untuk dihafal "

Apa yang didawuhkan Gus Baha' tersebut, pada dasarnya menegaskan Penjelasan Syaikhina Maimoen dalam سند كتاب كفاية الأتقياء ومنهاج الاصفياء شرح هداية الأذكياء إلى طريق الأولياء, bahwa Sayid Umar Syatho yang merupakan kakek dari Sayid Hamzah bin Abdullah Syatho (Sedan) adalah Ulama yang menghabiskan waktunya untuk mengaji dan mengajar, dimana ciri khusus dari metode pengajarannya adalah beliau tidak berkenan mengajar kecuali kitab-kitab matan, yang kemudian memerintahkan santri-santri yang mengaji kepadanya untuk menghafal kitab-kitab tersebut 

والشيخ بكري شطا إخوة أشقاء من علماء مكة البارزين، هم السيد حمزة والسيد عمر والسيد عثمان والسيد هاشم، ومن هؤلاء من استغرق جميع اوقاته للتعليم والتدريس، الذي من خواصه أن لا يقرأ من الكتب إلا المتون، وأمر الذين سمعوا منه تدريسه وقراءته أن يحفظوا الكتب المقروءة لديهم، وهو السيد عمر شطا، وانني لأحمد الله تعالى على أن من بعض المتخرجين من عنده سيدي وجدي كياهي أحمد بن شعيب الساراني الذي لازمه حتي كان يعد أقرب طلابه في ذلك الوقت، ناوله فضيلة العلامة السيد عمر شطا كتاب اليواقيت و الجواهر للشيخ عبد الوهاب الشعراني وكتاب الرسالة للإمام الصوفي القشيري، وقال رضي الله عنه: عليك بمطالعة مثل هذه الكتب، واجازه إجازة عامة وخاصة. كان للسيد عمر شطا حفيد شهير، وهو السيد حمزة بن عبدالله بن عمر السيداني، الذي يعقد ذكرى حول وفاته أثناء شهير ربيع الأول 

Namun, Meski tradisi Muhafadzoh (menghafal) masih tetap berjalan & berlanjut sampai sekarang, menurut Gus Baha' ada perbedaan antara menghafal dizaman dahulu dan dizaman sekarang

" Dahulu hafalan itu hafalan saja, untuk menjadi orang alim, sedangkan sekarang, hafalan itu dijadikan syarat supaya bisa naik kelas "

'Ala kulli hal, disamping berkaitan dengan otentisitas, hafalan juga berkaitan dengan pemahaman dan pengamalan, barang siapa hafal matan maka ia akan menguasai ilmu tersebut dan barang siapa ingin menjadi alim tanpa kepayahan maka ia telah mengalami sebuah kegilaan 

من حفظ المتون حاز الفنون، ومن أراد أن يكون عالما بدون مشقة فقد أصابه الجنون، والجنون فنون

Wallahu Ta'ala a'lam

0 Komentar