Ketika Utsmaniyah selesai membangun Masjid Nabawi, mereka mengambil sebongkah batu merah besar, memahatnya dengan baik, dan meletakkannya di bagian atas langit-langit sebelah kiblat halaman masjid. Sang arsitek mengusulkan agar diukir pada permukaan batu tersebut tanggal penyelesaian pembangunan Masjid ini.
Sehingga, mereka meminta para sastrawan Madinah untuk mencatat tanggal tersebut, dan sekelompok dari mereka diantaranya sastrawan Hasan Effendi Askubi yang menuliskan tarikh itu dalam bentuk syair yang dihitung menggunakan sistem hisab al-jumal (perhitungan numerik huruf Arab).
Kemudian dikirimkanlah kepada Sultan Abdul Majid agar beliau memilih syair tersebut apa yang sesuai dengan selera beliau, ternyata beliau melarang -semoga Allah memberikan taufik kepada beliau - menulis syair di tempat ini, di Masjid Nabi ﷺ, namun beliau memerintahkan untuk memberikan hadiah kepada para muarrikh sebanyak seratus dua puluh lima dinar emas Majidi, yang kemudian dibagi secara merata di antara mereka.
Batu itu tetap seperti itu keadaannya sampai diadakan majelis Dewan Masy-yakhah al-Islamiyyah di Istanbul untuk membahas apa yang akan ditulis di batu tersebut. Kemudian, Al-Allamah Muhammad Rafiq Effendi, yang setelah itu menjadi Syaikhul Islam, menyarankan agar ditulis di batu tersebut sabda Nabi ﷺ: "Shalat di masjidku ini lebih utama dari seribu shalat di tempat lain kecuali Masjidil Haram."
Orang-orang yang hadir di majelis tersebut pun menyetujuinya, sehingga keluarlah keputusan tertinggi Kesultanan Utsmaniyyah yang memerintahkan untuk menulis hadis tersebut. Kemudian mereka menuliskannya dan meletakkan di bagian atasnya sepotong kayu yang menyerupai ekor burung merak, dan menghiasinya dengan tinta/cat emas.
Potongan kayu tersebut kemudian dihilangkan...
0 Komentar