Ketika peringatan Maulidiyyah dan Harlah Pondok Pesantren Al-Anwar 2 yang Ke-8 pada 23 Desember 2015 M, Syaikhina Maimoen Zubair diantara menjelaskan tahapan perkembangan dan penyebaran agama islam yang ada dalam QS. Al-Fath
وَمَثَلُهُمْ فِى الْاِنْجِيْلِۚ كَزَرْعٍ اَخْرَجَ شَطْـَٔهٗ فَاٰزَرَهٗ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوٰى عَلٰى سُوْقِهٖ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيْظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗوَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنْهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا
Beliau menjelaskan bahwa, ayat ini merupakan tahapan ketujuh dari perkembangan & penyebaran Islam, dimana yang dimaksud ayat itu adalah Bangsa Indonesia yang disyaratkan dengan tanaman padi
" Mbiyen Tepo telodone Islam iku
koyo wit kurmo, Saiki Tepo telodone
Islam iku koyo wit pari "
Setiap biji dari tumbuhan padi yang ditanam, maka akan menumbuhkan tujuh tangkai, dan pada setiap tangkai terdapat seratus biji padi. Induk dari padi tersebut akan tumbuh bersama anak-anaknya yang berupa tangkai tersebut
" Mbiyen pas proklamasi penduduk
Indonesia mung 70 juta, Saiki wes
250 juta, niku mawon Mergo KB,
ora di KB Yo tambah ora karu-karuan "
Beliau melanjutkan, bahwa Induk dari setiap padi yang ditanam itu, maka akan memelihara dan menirakati anaknya, sehingga anaknya tumbuh mandiri tanpa harus bersandar kepada induk (berdikari), berdiri di atas kaki sendiri.
" Dadi Ono wong iku isho dadi kiai gede,
iku Mergo ibune tirakat "
Jadi, menurut penjelasan Syaikhina Maimoen tersebut, diantara salah satu upaya untuk menghasilkan anak berkualitas, menjadi Sholeh dan cerdas adalah tirakat dari kedua orang tuanya terlebih dari ibunya
" Pari iku ngetokno anak'e (اَخْرَجَ شَطْـَٔهٗ),
ibuk'e pari nglakoni tirakat diblotong
dikekno anak'e, sehinggo anak'e
dadi gede (فَاسْتَغْلَظَ), bar anak'e wes
mentes, lagi ibuk'e dahar ngelemokno
awak'e, sehinggo dadekno roto
mapak (فَاسْتَوٰى), nak wes ngono lagi
isho berdikari ingatase batange
dewe-dewe (عَلٰى سُوْقِهٖ) "
" Dadi Ono pari kok isih senden,
ora berdikari berarti ora pari sing apik "
" Nak wes ngono petani-petani bakal
seneng (يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ), sing dadekno
wong-wong Podo makmur (لِيَغِيْظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ) "
Lalu yang menjadi pertanyaan, apakah amal baik seseorang bisa diniatkan untuk "kesalehan" anaknya ? Dan Apakah ada anjuran untuk itu ?
Imam Said Ibn Musayyib salah seorang pembesar Tabi'in sebagaimana diriwayatkan Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab "Rowa'iut tafsir" melakukan tirakat untuk sang anak dengan cara menambahi sholat agar sang anak di jaga oleh Allah
قال سعيد بن المسيب لابنه: لأزيدن في صلاتي من اجلك، رجاء أن أحفظ فيك، ثم تلا هذه الاية: وكان ابوهما صالحا
Begitu juga Imam Mawardi dalam kitabnya "Adabud Dunya waddin" yang mengisahkan seorang ayah yang mentirakati anaknya, bahkan sebelum anak itu dilahirkan, yakni dengan cara memilih seorang wanita dari keturunan yang mulia dan menjaga kehormatannya untuk ibu bagi anak-anaknya
أن رجلا قال لأبنائه: لقد أحسنتُ إليكم صغارا وكبارا وقبل أن تولدوا، قالوا: عرفنا إحسانك صغارا وكبارا، لكن كيف أحسنت إلينا قبل أن نولد؟ قال: وأعظمُ إحساني إليكمْ تَخيُّري لماجدةِ الأعراقِ بادٍ عفافُها أي أنه اختار لهم أمّا فاضلة تشرف أبناءها، وترفع رؤوسهم
Syaikh Ahmad al-Shawi ketika menjelaskan QS al-Kahfi: 82 dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa kesalehan dan ketakwaan seorang leluhur juga akan akan berpengaruh untuk keturunannya kelak. Bahkan ia meriwayatkan, bahwa leluhur ketujuh atau kesepuluh pun bisa berkontribusi pada kemuliaan keturunannya
وكان ابوهما صالحا: قيل إنه ابوهما مباشرة، وقيل هو الأب السابع، وقيل العاشر، وكان يسمى كاشحا، واسم امهما دنيا، وفيه دليل على أن تقوى الأصول تنفع الفروع
Syaikhina Maimoen sendiri sebagaimana diriwayatkan Kiai Ahmad Dawam (16/05/2017) pernah menjelaskan sebuah hadits nabi tentang keutamaan orang tua yang mentirakati anak-anaknya, hadits tersebut adalah
للصائم فرحتان فرحة عند الإفطار وفرحة عند لقاء ربه
beliau mengartikan, bahwa diantara kebahagiaan seorang yang ahli berpuasa adalah disaat ia bertemu dengan Allah atau dengan kata lain di saat ia telah meninggal, maka ia akan mendapati anugerah berupa keturunan dan anak-anak yang Sholeh
" Mulane wong seng Ahli poso anak'e
podo dadi wong sholeh, mergo
minongko entuk kebungahan nalikane
wes mati songko barokah posone "
Walhasil, seseorang mencapai derajat mulia tidak hanya dikarenakan keistimewaan individual yang ia usahakan, namun juga karena disebabkan faktor lain, seperti barokah tirakat dan riyadlah orang tua, dan kakek-kakeknya yang dilakukan dahulu
صلاح الأباء ينفع الأبناء، وتقوى الأصول ينفع الفروع
Wallahu Ta'ala a'lam
0 Komentar