Apa lah Arti Nama : Gus ??

Istilah "Gus" adalah titel atau gelar yang disematkan pada putra kiai, ada banyak versi mengenai istilah ini, diantaranya ada yang menganggap, bahwa hal itu merujuk pada "Raden Bagus" ada juga yang berpendapat, bahwa sebutan itu dinisbatkan pada Hasan dan Husein cucu Rasulullah yang keduanya memiliki arti bagus. Menurut tulisan Kiai Ahmad Baso pada 21 Januari 2019, bahwa berdasar Naskah Babad Cirebon Br 75a/PNRI asal dari kata "Gus" adalah Bagus lalu dilekatkan pertama kali pada patih besar Majapahit, yakni Gajah Mada, dengan sapaan Gus Mada. 

Syaikhina Muhammad Sa'id abdurrahim Sarang dalam karyanya "Hilyatut thullab" menjelaskan, bahwa diantara tradisi ulama Jawa dan negara-negara arab dari zaman dahulu adalah ketika seorang ulama wafat, maka yang menjadi Khalifah (penggantinya) dalam mengajar di madrasah atau pesantren adalah putranya

فالولد أحق بنيابة أبيه في وظائفه من غيره

Oleh karenanya jika seorang ulama wafat, sedangkan putra yang ditinggalkannya masih dalam keadaan kecil, maka untuk sementara waktu yang menjadi Khalifah dari ulama tersebut adalah orang lain. Menunggu sampai anak tersebut baligh dan kiranya mampu untuk tugas itu.

Oleh karenanya juga, selayaknya bagi seorang putra ulama' menempati dan berjuang di rumah atau daerah dimana ayahnya dulu tinggal, Apalagi hal seperti ini adalah bagian dari tanggung jawab intisab seorang anak pada leluhurnya

ومن مسؤولية الإنتساب الموالاة والمناصرة ومحافظة آثار الأباء

Walhasil, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah Jurnal berjudul Makna Sapaan di Pesantren: Kajian Linguistik-Antropologis yang ditulis Millatuz Zakiyah (2018), bahwa panggilan "Gus" adalah sebutan untuk seorang anak kiai yang seiring berjalannya waktu, putra kiai disapa "Gus" tidak terbatas oleh umur. Bahkan menurut KH. Afifuddin Muhajir dalam Halaqah Nasional Strategi Peradaban Nahdlatul Ulama di Pesantren Al-Munawwir Krapyak pada Senin 29 Januari 2024, gelar "Gus" itu jauh lebih terhormat dan memiliki keistimewaan dibandingkan gelar lain, meski itu gelar "kiai" sekalipun 

Kiai Afif mendasarkan hal ini pada Kitab Jam'ul Jawami', dimana pengarangnya, yakni Ibnu al-Subki menyebut Syafi'i tanpa menggunakan sebutan "Imam". Sementara menyebut dua orang pengikutnya Syafi'i dengan kata "Imam" yakni Imamul Haramain dan Imam Fakhruddin al-Razi.

" Orang yang kapasitasnya seperti
  al-Syafi'i, Abu Hanifah, Malik bin Anas,
  Hambali tak perlu dikasih Imam
  (di depan namanya).. "

" Orang yang popularitasnya luas
  tak perlu dikasih gelar Profesor, 
  Doktor dan seterusnya. Gelar
  semacam Itu hanya untuk manusia
  standar " jelas Kiai Afif


0 Komentar