" Rumiyin teng Makkah wonten periode
ngaji puniko guna'ake makno utawi
iki-iku ngagem bohoso Jowo.."
Demikian kurang lebih dawuh KH. Qoyyum Manshur (Gus Qoyyum Lasem) saat acara Harlah Madrasah TBS Kudus ke-92 pada Jum'at 2 Maret 2018 M. Beliau menjelaskan, bahwa di Makkah dulu tepatnya di Masjidil Harom pernah ada periode dimana ngaji menggunakan utawi iki iku dengan bahasa Jawa, hal ini didasarkan, bahwa selain beliau sendiri pernah ngaji kitab semisal Tafsir Baidhowi kepada ayahnya yang menggunakan makna Jawa dari Masjidil Harom, beliau juga masih menyimpan banyak manuskrip kitab milik kakeknya, yakni KH. Kholil yang terdapat makna utawi iku iku dari Syaikh Mahfudz al-Tarmasi ketika di Makkah
" Syaikh Mahfudz al-Tarmasi dulu ngaji
di Masjidil Harom menggunakan
bahasa Jawa utawi iki iku yang
diantara muridnya adalah KH. Kholil
Lasem, KH. Maksum, KH. Baidhowi,
KH. Abdul Muhaimin. Bahkan tidak
hanya orang Jawa saja, yang ngaji juga
ada banyak dari orang-orang arab
semisal Sayyid Alawi al-Maliki & Sayyid
Umar Hamdan.." dawuh Gus Qoyyum
Menurut Syaikhina Maimoen Zubair saat mauidzoh di PP Mansyaul Huda Senori pada 28 Syawal 1429 H / 27 Oktober 2008 M, bahwa Makna Gandul yang di Indonesia Timur disebut tulisan miring dan di Melayu disebut Makna Pegon adalah kekhasan Islam di Nusantara yang tidak dimiliki oleh bangsa lain, bahkan tidak dimiliki oleh bangsa Arab sekalipun, Orang Arab hanya menggunakan Ta'liqat, dimana menulisnya dari kanan ke kiri, sementara di Nusantara khususnya tulisannya itu miring.
" Islam datang dimanapun itu tidak sama,
di Madinah tidak ada perang, sementara
di Najd dengan perang, begitupun juga
Islam ketika datang ke Yaman dengan
cara berbeda. Adapun di Nusantara
Islam datang diantara yang diajarkan
adalah harus bisa menulis miring yang
Mana tulisan itu tidak dimiliki oleh
siapapun dikolong langit kecuali
Nusantara.."
Syaikhina Maimoen kemudian menjelaskan, bahwa makna miring adalah cara untuk dapat memahami Al-Qur'an dan hadits yang dibawa oleh ulama Nusantara sebagaimana ilmu untuk memahami kitab suci yang dibawa oleh Imam Abu Hanifah dan ilmu nahwu yang dibawa oleh Imam Sibawaih. Jadi yang bisa memahami Al-Qur'an dan hadits tidak hanya orang arab saja, melainkan juga selain orang arab seperti bangsa Syiria, Yordan, Mesir, Iraq dan juga Nusantara, sebab Al-Qur'an sendiri adalah mukjizat yang mana tidak hanya khusus untuk orang arab saja, sebagaimana dalam QS. Al-Jumuah
هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍۙ (٢) وَّاٰخَرِيْنَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوْا بِهِمْۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُۙ (٣) ذٰلِكَ فَضْلُ اللّٰهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ (٤)
Oleh karenanya, beliau mewanti-wanti agar makna miring Pegon atau gandul itu tidak hilang, meskipun dunia sudah modern, semisal sekolah dan lain sebagainya, namun Makna miring tersebut jangan sampai hilang, Sebab metode itu adalah keistimewaan yang diberikan oleh Allah dan menjadi syarat mutlak kelestarian keulama'an, dimana ulama adalah pewaris para Nabi penerima Wahyu dan ulama adalah penerima futuh, sedangkan futuhah ilahiyyah yang dibuka oleh Allah adalah hal sirr (rahasia), dimana sesuatu yang rahasia tidak boleh diputus antara yang dulu sampai hari kiamat
" Keistimewaan apapun yang diberikan
Allah Ojo dilalekno. Di Nusantara ini
kalau ingin jadi ulama, maka harus
tahu tulisan miring, kalau ini hilang,
maka pasti ulama juga hilang. Ono
pondok kok dikursus basa arab Ben
ngerti Qur'an hadits yo gak isho, wong
Qur'an Hadits iku harus menurut apa
yang dituntut ulama, yo dadine wong
arab ngono wa'e ora isho dadi wong
alim, nak wong arab mesti alim lak
wong Saudi berarti alim Kabeh.."
0 Komentar