Mengemis Gift di Tik Tok dan Bahayanya Media Sosial

HUKUM MENGEMIS GIFT DI TIK TOK DAN BAHAYANYA MEDIA.
-------‐-------------------
HUKUM MENGEMIS GIFT  DI TIK TOK?

Marak fenomena di media sosial warganet menjadi pengemis online dengan meminta-minta. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya para konten kreator yang sering sekali dalam akun media sosialnya seperti Tiktok, Instagram, Short Youtube yang membuat konten give away atau pemberian hadiah secara gratis dan cuma-cuma asalkan mereka memberikan challenge (tantangan), sudah subscribe dan follow akun dari kreator tersebut.

Dampak dari maraknya fenomena konten seperti ini adalah mental dari warganet. Kebanyakan dari mereka yang belum atau tidak bekerja lebih cenderung memiliki mental minta-minta (ngemis) untuk mendapatkan hadiah jutaan rupiah atau HP Iphone keluaran terbaru tersebut. Mereka sering disebut dengan istilah “Pengemis Online”. Ini menjadi polemik sehingga perlu dikaji bagaimana kacamata hukum fiqih melihat fenomena seperti ini.

Menurut kacamata fiqih, secara hukum asal dari meminta-minta (mengemis) adalah tidak diperbolehkan (haram). Dalam kitab al-Najm al-Wahhâj fi Syarh al-Minhâj, Syaikh Muhammad bin Musa al-Damiri mengutip perkataan dari Ibn al-Shalah yang mengatakan;
وقال ابن الصلاح: السؤال حرام مع التذلل والإلحاح وإيذاء المسؤول
Artinya: “Berkata Ibn al-Shalah: meminta-minta hukumnya haram apabila disertai dengan unsur menghinakan diri, dilakukan secara berulang-ulang dan menyakiti perasaan orang yang dimintai.” (Muhammad bin Musa al-Damiri, al-Najm al-Wahhâj fi Syarh al-Minhâj, [Beirut: Dâr al-Minhâj], juz 6 halaman 478].

Namun meminta-minta dalam satu kondisi terkadang mengandung maslahat jika dirinya memang benar-benar orang yang membutuhkan. Lain halnya jika dirinya merupakan orang yang sudah dianggap berkecukupan dari segi harta dan pekerjaan, maka perbuatan demikian kurang baik untuk dilakukan. Kondisi dan keadaan tertentu seperti dharûrat (terdesak) kelaparan atau tidak punya kemampuan bekerja khusus. Maka dalam hal ini meminta-minta hukumnya boleh. Sedangkan jika mengemis dilakukan tanpa ada hajat (kebutuhan) maka hukumnya makruh bila tidak disertai unsur menghinakan diri (Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Raudhah al-Thâlibîn wa ‘Umdatul Muftîn, [Beirut, Al-Maktab Al-Islami: 1405 H], juz II, hal. 343].

Penjelasan hukum ini senada dengan keterangan yang berada dalam kitab Mauidzah al-Mu’minîn min Ihyâ’ Ulûm al-Dîn disebutkan bahwa:

نَعَمْ يُبَاحُ السُّؤَالُ بِضَرُورَةٍ أَوْ حَاجَةٍ مُهِمَّةٍ قَرِيبَةٍ مِنَ الضَّرُورَة فَالضَّرُورَةُ كَسُؤَالِ الْجَائِعِ عِنْدَ خَوْفِهِ عَلَى نَفْسِهِ مَوْتًا أَوْ مَرَضًا وَسُؤَالُ الْعَارِي وَبَدَنُهُ مَكْشُوفٌ لَيْسَ مَعَهُ مَا يُوَارِيهِ، وَهُوَ مُبَاحٌ مَا دَامَ السَّائِلُ عَاجِزًا عَنِ الْكَسْبِ فَإِنَّ الْقَادِرَ عَلَى الْكَسْبِ وَهُوَ بَطَّالٌ لَيْسَ لَهُ السُّؤَالُ إِلَّا إِذَا اسْتَغْرَقَ طَلَبُ الْعِلْمِ أَوْقَاتَهُ وَأَمَّا الْمُسْتَغْنِي فَهُوَ الَّذِي يَطْلُبُ الشَّيْءَ وَعِنْدَهُ مِثْلُهُ وَأَمْثَالُهُ، فَسُؤَالُهُ حَرَامٌ قَطْعًا

Artinya: “Ya benar, meminta-minta (mengemis) hukumnya haram, namun diperbolehkan hanya jika dalam keadaan dharurat (terdesak) atau hajat (kebutuhan) penting yang hampir mencapai taraf dharurat. Adapun kondisi dharûrat (terdesak) contohnya seperti mengemisnya orang yang kelaparan dikarenakan khawatir sakit atau mati kelaparan. Kedua, mengemisnya orang yang telanjang dada, tidak memiliki sehelai pun pakaian yang menutupi sekujur tubuhnya. Mengemis dalam kondisi seperti tadi hukumnya adalah boleh dengan syarat bahwa dirinya memang benar tidak mampu untuk bekerja, karena jika dirinya mampu bekerja maka ia tidak boleh meminta-minta, kecuali apabila dirinya menghabiskan waktunya untuk mencari ilmu maka hukumnya boleh. Sedangkan orang yang kaya yaitu orang yang memilki apa yang dirinya perlukan maupun kebutuhan lainnya (berkecukupan), sehingga dapat dipastikan bahwa hukum meminta-minta (mengemis) bagi dirinya adalah tidak diperbolehkan (haram).” (Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi, Mauidzah al-Mu’minîn min Ihyâ’ Ulûm al-Dîn, [Beirut: Dar al-Nafais], halaman 297).
-------‐----------------------

BAHANYA BERMEDIA YANG NEGATIF?

Hati-hati jika kamu terlampau sering mengunggah apa saja di sosial media, mulai dari foto atau video. 'Aib'mu itu bakal tersimpan meski kamu telah menghapusnya. Tempat penyimpanannya bernama Google Data Center.

Dimana kebahagianmu, kesedihanmu dan aibmu, yang kita unggah di sosial media akan tetap tersimpan di Google Data Center walaupun kamu menghapusnya.

Hal ini belum seberapa kalau di bandingkan dengan Lauhul Mahfudz, sekicil apapun amal baik dan buruk kita di dunia ini tercatat dan tersimpan disini, dan semuanya kelak akan kita pertanggung jawabkan termasuk di media sosial. Allah berfirman dalam QS Al Intifar 10-12 :

وَاِنَّ عَلَيۡكُمۡ لَحٰـفِظِيۡنَۙ,  كِرَامًا كَاتِبِيۡنَۙ‏, يَعۡلَمُوۡنَ مَا تَفۡعَلُوۡنَ‏.

Artinya : Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (amal perbuatanmu),mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.

0 Komentar