Pemerintah Adalah “Buruh”, Rakyat Adalah Tuannya


Suatu Hari, Abu Muslim al-Khaulani, salah satu tokoh Tabi’in menemui Khalifah Mu’awaiyah. Ia lalu mengatakan:
السلام عليكم أيها الأجير
“Assalamu’alaikum, wahai buruh”.

Mendengar hal itu, salah seorang menegur Abu Muslim:
الأمير يا أبا مسلم
“(Mu’awiyah adalah) Amir (pemimpin), wahai Abu Muslim, bukan buruh!”

Mendapatkan protes seperti itu, Abu Muslim kembali mengulangi:
السلام عليكم أيها الأجير
“Assalamu’alaikum, wahai buruh”.

Mendengr panggilan demikian, Mu’awiyah malah berkomentar:
دعوا أبا مسلم هو أعلم بما يقول
“Biarkan Abu Muslim, ia lebih tahu apa yang ia katakan.”

Abu Muslim lalu menjelaskan alasannya memanggil Mu’awiyah dengan sebutan buruh:

 إنما مثلك مثل رجل استأجر أجيرا فولاه ماشيته وجعل له الأجر على أن يحسن الرعية ويوفر جزازها وألبانها ، فإن هو أحسن رعيتها ووفر جزازها حتى تلحق الصغيرة وتسمن العجفاء أعطاه أجره وزاد من قبله زيادة ، وإن هو لم يحسن رعيتها وأضاعها حتى تهلك العجفاء وتعجف السمينة ولم يوفر جزازها وألبانها غضب عليه صاحب الأجر فعاقبه ولم يعطه الأجر

“Sesungguhnya perumpamaanmu adalah seperti seseorang yang menyewa seorang pekerja, lalu menyerahkan hewan ternaknya kepadanya dan menetapkan upah dengan syarat ia merawat ternak itu dengan baik serta menjaga bulunya dan susunya. Jika ia merawatnya dengan baik, menjaga bulunya, hingga anak-anaknya tumbuh dan yang kurus menjadi gemuk, maka ia akan diberi upahnya dan bahkan ditambahkan dari pemilik ternak itu. Namun jika ia tidak merawatnya dengan baik, membiarkannya hingga yang kurus mati dan yang gemuk menjadi kurus, serta tidak menjaga bulu dan susunya, maka pemilik ternak itu akan murka kepadanya, menghukumnya, dan tidak memberinya upah.”

*Referensi: Kitab Hilyatul Auliya

0 Komentar