Harta Anak Milik Anak atau Milik Orang Tua?

Angpao anak saat lebaran, bolehkan di buat belanja kebutuhan dapur?

Disaat lebaran, biasanya anak kecil selalu mendapatkan angpao. Sehingga mereka menjadi banyak uang dan mendadak kaya. Namun ironisnya kadang kondisi orangtuanya justru sebaliknya. artinya pas waktu lebaran malah tidak punya apa-apa. Ada dintara para ibu yang akhirnya terpaksa memakai sebagian uang angpao anaknya untuk keperluan dapur. 
Sebenarnya menurut syaria't, bagaimana hukumnya tindakan sebagian ibu tersebut?

Ibnu hajar dalam kitab tuhfatul muhtaj 
Menjelaskan bahwa
: angpao yang didapat anak kecil saat lebaran adalah murni hal milik anak. Orang tua tidak punya hak atas angpao tersebut. Ia wajib menjaganya dan mantasyarufkan untuk kemaslahatan anaknya. Jikalau memungkinkan  Ia bahkan harus menginfestasikan uang itu agar berkembang. Orang tua tidak diperbolehkan untuk mengambil dan menggunakan uang itu untuk keperluannya sendiri.
Namun syariat tidak memberi aturan seberat itu. Jika orang tua dalam kondisi fakir miskin, tidak punya apa-apa, syari'at Islam memberi dispensasi kepada ortunya untuk mempergunakan sebagian uang anaknya untuk sekedar menyambung hidupnya ( qodru kifayatihi), tidak boleh melebihi dari itu.
Sehingga para ibu seperti dalam kondisi diatas hanya boleh  membelanjakan uang anaknya untuk kebutuhan hidup anaknya dan dirinya, tidak boleh lebih dari itu. Jika melebihi dari itu, maka kelebihan itu menjadi hutang yang harus dilunasi oleh orang tua.

(فَرْعٌ) لَيْسَ لِلْوَلِيِّ أَخْذُ شَيْءٍ مِنْ مَالِ مُوَلِّيهِ إنْ كَانَ غَنِيًّا مُطْلَقًا فَإِنْ كَانَ فَقِيرًا وَانْقَطَعَ بِسَبَبِهِ عَنْ كَسْبِهِ أَخَذَ قَدْرَ نَفَقَتِهِ عِنْدَ الرَّافِعِيِّ وَرَجَّحَ الْمُصَنِّفُ أَنَّهُ يَأْخُذُ الْأَقَلَّ مِنْهَا وَمِنْ أُجْرَةِ مِثْلِهِ وَإِذَا أَيْسَرَ لَمْ يَلْزَمْهُ بَدَلُ مَا أَخَذَهُ.
قَالَ الْإِسْنَوِيُّ هَذَا فِي وَصِيٍّ أَوْ أَمِينٍ أَمَّا أَبٌ أَوْ جَدٌّ فَيَأْخُذُ قَدْرَ كِفَايَتِهِ اتِّفَاقًا سَوَاءً الصَّحِيحُ وَغَيْرُهُ وَاعْتُرِضَ بِأَنَّهُ إنْ كَانَ مُكْتَسِبًا لَا تَجِبُ نَفَقَتُهُ وَيُرَدُّ بِأَنَّ الْمُعْتَمَدَ أَنَّهُ لَا يُكَلَّفُ الْكَسْبُ فَإِنْ فُرِضَ أَنَّهُ اكْتَسَبَ مَالًا يَكْفِيهِ لَزِمَ فَرْعَهُ تَمَامُ كِفَايَتِهِ وَحِينَئِذٍ فَغَايَةُ الْأَصْلِ هُنَا أَنَّهُ اكْتَسَبَ دُونَ كِفَايَتِهِ فَيَلْزَمُ الْوَلَدَ تَمَامُهَا فَاتُّجِهَ أَنَّ لَهُ أَخْذَ كِفَايَتِهِ الْبَعْضَ فِي مُقَابَلَةِ عَمَلِهِ وَالْبَعْضُ لِقَرَابَتِهِ وَقِيسَ بِوَلِيِّ الْيَتِيمِ فِيمَا ذُكِرَ مَنْ جَمَعَ مَالًا لِفَكِّ أَسْرِ أَيْ: مَثَلًا فَلَهُ إنْ كَانَ فَقِيرًا الْأَكْلُ مِنْهُ كَذَا قِيلَ.
وَالْوَجْهُ أَنْ يُقَالَ فَلَهُ أَقَلُّ الْأَمْرَيْنِ 
[ابن حجر الهيتمي ,تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي ,5/186]

Kesimpulannya, bagi para ibu harus hati-hati terhadap uang yang di miliki anaknya. Uang itu harus dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan anaknya, seperti membeli buku sekolah, bayar SPP, uang jajan dan lain. Tidak boleh di gunakan untuk selain kepentingan anaknya. 
Jika orang tuanya dalam kondisi tidak punya apa-apa, maka ada dispensasi dari syariat untuk mengambil dan mempergunakan untuk sekedar menyambung hidupnya.

(وَيَتَصَرَّفُ الْوَلِيُّ بِالْمَصْلَحَةِ) لِقَوْلِهِ تَعَالَى {إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ} [الإسراء: 34] فَيَمْتَنِعُ تَصَرُّفٌ لَا خَيْرَ فِيهِ وَلَا شَرَّ كَمَا صَرَّحَ بِهِ جَمْعٌ وَيَلْزَمُهُ حِفْظُ مَالِهِ وَاسْتِنْمَاؤُهُ قَدْرَ النَّفَقَةِ وَالزَّكَاةِ وَالْمُؤَنِ إنْ أَمْكَنَهُ
[ابن حجر الهيتمي ,تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي ,5/179]

M. Thohari muslim

0 Komentar