Kalau ada orang wafat atau surtanah (nyusur tanah) pada bulan Mulud hari Ahad Paing, maka petungan nyatus, mendhak, dan nyewu-nya ialah:
NYATUS (100 hari) dengan rumus NORO SARMO (dino kaloro pasaran kalimo) yaitu jatuh pada hari Senin Legi.
MENDHAK (1 tahun) dengan rumus NOPAT SARPAT (dino kapapat pasaran kapapat) yaitu jatuh pada bulan Mulud hari Rabu Kliwon setahun kemudian.
NYEWU (1000 hari) dengan rumus SINDURO NONEM SARMO (sasi mundur loro, dino kaenem, pasaran kalimo) yaitu jatuh pada bulan Suro hari Jemuah Legi tahun ketiga setelah wafat.
___
Berdasarkan rumus-rumus kejawen di atas, saya coba-coba hitung manual pakai kalender nasional. Untuk membuktikan betul atau tidak petungan tersebut.
Misal seseorang wafat di hari Ahad Paing 23 Mulud tahun 1445 (8 Oktober 2023). Maka perhitungannya:
NYATUS: 100 harinya adalah 15 Januari 2024 atau 3 Rajab 1445, ternyata hari Senin Legi. Betul.
MENDHAK: 1 tahunnya tentu jatuh pada 22 Mulud 1446, jatuh pada 25 September 2024, yang ternyata adalah pada hari Rabu Kliwon. Betul lagi.
NYEWU: 1000 harinya saya hitung dari penjumlahan:
- 85 hari (sisa hari tahun 2023)
- 366 hari (tahun 2024 kabisat)
- 365 hari (tahun 2025)
Rotalnya 816 hari, berarti masih ada 184 hari di tahun 2026. Ternyata hari ke 184 di tahun 2026 jatuh pada 3 Juli, bertepatan 18 Suro 1448, hari Jumat Legi. Lagi-lagi betul.
Gambar yang saya sertakan ini adalah tabel hari-hari selametan surtanah sesuai dengan petungan di atas, dari salah satu halaman di buku Primbon Betaljemur Adammakna, karya Kanjeng Pangeran Harja Tjakraningrat yang diterjemahkan oleh Raden Soemodidjojo.
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang setuju atau tidaknya masyarakat terhadap tradisi keagamaan nyatus, mendhak, nyewu, dan sebagainya, agaknya kita perlu mengapresiasi perhitungan akurat semacam ini. Tentu teknik demikian tidak muncul tiba-tiba. Ada pemikiran, penelitian, dan pengalaman yang lama dan mendalam.
Pada bab tentang ziarah kubur, ada kutipan doa Jawan yang begitu menyentuh hati, "...minangka bektiku marang bapa biyungku, kaki-niniku, lan leluhurku. Urubing menyan gebyar-gebyar manjing swarga, tinampa bapa biyungku, kaki-niniku, leluhurku. Kula sowan caos bekti lan nyuwun pangestu wilujeng, lan kasembadanana saliring sedya, cinelaka ing Pangeran."
Kira-kira artinya begini: "...sebagai baktiku untuk ayah-ibuku, kakek-nenekku, dan leluhurku. Menyalanya dupa beriring doa teruntuk ayah-ibuku, kakek-nenekku, dan leluhurku. Saya datang sebagai wujud bakti, memohonkan keselamatan serta terkabulnya cita-cita dengan perkenan Tuhan."
Wallahu a'lam wa ahkam.
PETUNG JAWA KEPATEN
@ziatuwel
0 Komentar