Hukum jasa potong rambut.
Faidah ngaji kitab Fathul Alam dengan beliau "Syaikhina Ibnul Mubarok, sarang. Di Ma'had Ali Fadhlul Jamil PP Mus Sarang.
_______
Kasus.
Saat seseorang memanggil tukang cukur ke rumah, atau meminta bantuan tukang bangunan untuk memperbaiki tembok yang retak ataupun ataupun lainya, sering kali tak ada pembicaraan tentang upah di awal. Tidak ada kata-kata seperti, “Berapa biayanya?” atau “Saya bayar sekian.” . Sama halnya saat kita duduk di kursi tukang cukur kampung. Kita tidak pernah bertanya lebih dulu soal harga cukurnya berapa.Begitu juga dengan tukang bangunan. Saat dia datang, mengangkat batu, mencampur semen, membenahi dinding terkadang tanpa perjanjian tertulis atau pembicaraan rinci tentang bayaran di awal. masyarakat memahami bahwa itu semua tidak dilakukan hanya cuma-cuma.
Dalam kasus ini, menurut pendapat pokok dalam mazhab (Syafi’i), tidak wajib diberi upah. Namun Imam ar-Ruyani berpendapat bahwa upah tetap wajib jika sudah menjadi kebiasaan (‘urf) bahwa pekerjaan tersebut biasanya dilakukan dengan bayaran, meskipun upah tidak disyaratkan secara eksplisit. Ibn ‘Abd al-Salam berkata: 'Itulah pendapat yang lebih kuat (ashah),' dan banyak ulama belakangan yang memberi fatwa dengannya, dan inilah yang menjadi praktik masyarakat sekarang ini.
Tambahan beliau "Syaikhina Ibnul Mubarok":
Kita boleh menggunakan pendapat ini dan boleh bagi kita memakai pendapat ulama yang mu'tabaroh meskipun do'if selagi pendapat itu tidak syad(nyeleneh).
Contoh pendapat nyeleneh:
Menurut Imam Atho' boleh menyewakan budak untuk di wati' atau jima'. Maka kita tidak boleh menggunakan pendapat ini karena Syadz. Begitu juga pendapat Imam Dawud Ad-Dzohiri yang mengatakan nikah tanpa wali dan Saksi itu sah.
Kata syadz digunakan untuk berbagai makna, di antaranya:
1.
القول المخالف لما عليه الجمهور أو أكثر العلماء
Pendapat yang menyelisihi pendapat jumhur (mayoritas) atau sebagian besar para ulama. Masih bisa diamalkan dalam rangka memberi solusi bagi mereka yang sudah terlanjur melakukannya seperti: talak tiga dalam satu majlis menurut Ibnu Taimiyah hanya jatuh talak satu, sedangkan menurut jumhur Ulama' jatuh talak tiga.
2.
القول المخالف للإجماع أو المصادم للأدلة الشرعية.
Pendapat yang bertentangan dengan ijma‘ (kesepakatan ulama) atau berseberangan dengan dalil-dalil syar‘i. Ini tidak boleh di amalkan.
Ketika sudah terjun dimasyarakat, pintar dan alim itu tidak cukup tetapi harus dibarengi dengan bijak dalam menanggapi sebuah masalah.
Nadzhoman karangan beliau:
وَكُنْ مُرَخِّصًا فَلَا تُثَقِّلَا
فِي الْحُكْمِ لِلْعَامِيْ يُرِيدُ الْعَمَلَ
“Jadilah orang yang memberi keringanan, jangan memberatkan,dalam menetapkan hukum bagi orang awam yang ingin beramal.”
مَادَامَ فِي مَذَاهِبِ الْأَعْلَامِ
مُعْتَبَرًا مُسَهِّلَ الْأَنَامِ
“Selama pendapat itu berada dalam mazhab para ulama besar, yang diakui dan memberi kemudahan bagi umat manusia.”
Wallahu A'lam.
✏️Farodisa.
0 Komentar