Bukti Penguasaan Imam Syafi’i Terhadap Fikih dan Usul Mazhab Abu Hanifah

Pengaruh Imam Syafi’i terhadap fikih berlanggam ra'yi wa bil khusus Abu Hanifah dan muridnya, tidak sekadar pujian terhadap fikih mereka. Bukan sekadar kata, beliau bahkan menulis tiga kitab yang menunjukkan penguasaannya terhadap fikih dan usul mazhab Hanafi nyata. 

1. Ikhtilaf Ali wa Abdullah bin Mas’ud 

Dalam kitab ini, Imam Syafi’i membahas ijtihad Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidina Abdullah bin Mas’ud, ijtihad-ijtihad keduanya yang berbeda dengan pendapat para pengikut Abu Hanifah dan ulama ra'yi lainnya. 

Imam Syafi’i meriwayatkan pendapat keduanya beserta dalil-dalilnya (jika ada) dengan sanadnya. Setelah itu, beliau memberikan pendapatnya sendiri, menjelaskan mana yang lebih kuat serta mendukung pendapat yang dipilihnya dengan dalil yang sesuai.

Dengan pendapat mereka berdua, Imam Syafi’i kemudian mengumpulkan sebuah kitab yang di dalamnya disebutkan apa saja yang ditinggalkan oleh para pengikut fikih Irak (Ra'yi) dari pendapat Saidina Ali dan Abdullah bin Mas’ud. 

Diketahui bahwa Ibn al-Nadim, ketika menyebutkan karya-karya Imam Syafi’i dalam kitabnya al-Fihrist, menyebut kitab Ikhtilaf Ali wa Abdullah bin Mas’ud dengan nama lain, yaitu: “Kitab tentang apa yang ditinggalkan oleh orang-orang Irak dari pendapat Sayyidina Ali dan Abdullah bin Mas’ud.

Penyusunan kitab ini, menunjukkan keutuhan penguasaan Imam Syafi'i atas fikih ahli Irak dan dalil-dalil mereka. 

2. Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibn Abi Laila ( Perbedaan Pendapat Abu Hanifah dan Ibnu Abi Laila), juga dikenal sebagai Kitab Ikhtilaf al-Iraqiyyin.

Kitab ini awalnya disusun oleh Qadhi Abu Yusuf. Abu Yusuf mengumpulkan berbagai masalah fikih yang diperdebatkan antara gurunya (Imam Abu Hanifah) dengan Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila. 

Selanjutnya, Imam Syafi’i menyusun ulang kitab itu, dan mengaturnya berdasarkan bab-bab fikih. Beliau juga menambahkan ijtihadnya sendiri, baik dalam menentukan pendapat yang lebih kuat di antara dua pandangan yang ada maupun dengan mengeluarkan pendapat baru.

Bukan tanpa alasan Imam Syafi'i memilih kitab ini untuk dikumpul dan ditambahkan. Beliau sebenarnya dapat saja menyusun kitab tentang perbedaan pendapat antara Abu Hanifah dengan ulama lain selain Muhammad bin Abi Laila di Kufah, seperti Abdullah bin Syubruma atau Sufyan ats-Tsauri dan sebagainya. 

Mungkin, hanya mungkin, di antara alasan Imam Syafi’i secara khusus memilih kitab ini karena perbedaan sanad keduanya dalam belajar fikih dari Sayyidina Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. 

Abu Hanifah belajar fikih melalui jalur Hammam bin Abi Sulaiman, dari Ibrahim an-Nakha’i, Alqamah bin Qais al-Nakha’i dari Sayyidina Abdullah bin Mas’ud. Sementara Muhammad bin Abi Laila belajar  fikih dari al-Sya’bi dan dari ayahnya, Abdurrahman bin Abi Laila, yang meriwayatkan dari Sayyidina Abdullah bin Mas’ud dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib. 

Mungkin, sekali lagi, hanya mungkin, hal ini  menyebabkan fikih Abu Hanifah berbeda dari fikih Muhammad bin Abi Laila. 

Bagi Imam Syafi’i perbedaan antara keduanya merupakan salah satu representasi paling menonjol dari perbedaan internal dalam Madrasah Ahl al-Ra’yi, baik dalam masalah cabang (furu’) maupun dalam beberapa prinsip dasar (ushul). 

Hal ini menunjukkan betapa luasnya wawasan beliau tentang fikih ahli Irak, yang beliau pelajari dari karya Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani serta dari para ulama Ahl al-Ra’yi di Baghdad.

2. Kitab al-Radd ‘ala Muhammad bin al-Hasan

Imam Syafi’i menyusun kitab ini dengan memaparkan ratusan masalah yang berkaitan dengan hukum qisas dan diyat. Dalam kitab ini, beliau menyebutkan ijtihad Abu Hanifah dan para ulama lain di zamannya, serta menjelaskan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Muhammad bin al-Hasan untuk mendukung pendapat Imamnya (Abu Hanifah), dan juga kasus-kasus di mana Muhammad menyelisihi pendapat gurunya. 

Selanjutnya, Imam Syafi’i menyampaikan pendapatnya sendiri dalam masalah-masalah tersebut, lengkap dengan dalil yang relevan. Diskusi dalam kitab ini disampaikan dengan cara yang tenang dan penuh keilmuan, menjadikannya salah satu contoh terbaik dalam fikih perbandingan (fiqh muqarran).

Pentingnya kitab al-Radd ‘ala Muhammad bin al-Hasan terletak pada fakta bahwa kitab ini adalah karya tertua dalam fikih qisas dan diyat yang membahas secara komparatif. Yang lebih inti dari itu adalah kitab ini menunjukkan betapa luasnya wawasan Imam Syafi’i terhadap pendapat dan dalil-dalil ulama Hanafiyah.

Imam Syafi’i sangat banyak mengambil manfaat dari para murid Abu Hanifah, wa bil khusus dari Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani. Beliau menguasai usul dan furu’ mazhab mereka. 

Namun, meskipun demikian, pada akhirnya Imam Syafi’i tidak bukan Hanafiyah. Beliau berbeda pendapat dengan Imam Abu Hanifah yang tidak hanya dalam furu’. 

Tidak seperti Abu Yusuf, Zufar bin al-Hudhayl, atau Muhammad bin al-Hasan. Imam Syafi’i dengan kemampuan ijtihadnya melampaui perbedaan pada furu'  juga berbeda dengan Abu Hanifah dalam ushul. Dengan demikian, Imam Syafi'i melahirkan mazhab yang independen dalam ushul dan furu’; Mazhab Syafi'i. 

Rujukan: 

. المدخل إلى مذهب الإمام الشافعي .1  
 الإمام الشافعي حياته وعصره في المذهب القديم ...  .2

0 Komentar