Belajar Fikih Harusnya Berjenjang Level

Saya juga termasuk orang yang bingung melihat kurikulum disebahagian pondok pesantren Modern, Sekolah dan Perguruan tinggi yang berbasis Islam.

1. Pondok pesantren Modern

Saya menemukan beberapa anak yang ketika saya tanyak, di pesantren belajar nahwu shorof?

Kata anak itu iya pak.

Lantas, saya tanya sekarang belajar fiqihnya kitab apa ya?

Dia jawab : kitab Bidayatul Mujtahid

Saya tanya lagi, sebelumnya udah ngaji fiqih kitab apa?

Dia jawab : yah, kitab ini pak awal belajar fiqih.

2. Sekolah formal

Saya menemukan mereka belajar kitab Minhajut Tholibin.

Saya tanya, belajar kitab apa sebelumnya?

Anak tu jawab : Ga ada pak, setelah masuk belajar nahwu shorof terus belajar fiqih langsung ke kitab ini.

3. Perguruan Tinggi 

Diperguruan tinggi ini yang kadang lebih parah lagi. Anak mahasiswa nentengin (bawa) kitab Kanzurroghibin Syarh Minhajut Tholibin, Imam Jalaluddin Al-Mahalli.

Kata mereka, semester 1 dan 2 sudah belajar bahasa arab, lalu lanjut semester 3 mata kuliah Studi Naskah Fiqih masing-masing suruh baca dan menjelaskan Kitab itu Kanzurroghibin.

Saya mikir, orang yang belajarnya sistematis dari Taqrib, Safinah beserta kitab syarahnya, lanjut lagi Fathul Qori dan Fathul Mu'in beserta kitab syarahnya lanjut lagi Muhazzab, Minhajuttholibin beserta kitab Syarah-syarah nya, Itu pun pusing.
_______________
Menurut saya yah, orang kalau mau pemahaman bagus wajib ngajinya sistematis, “dudukkan” dulu pemahaman dikitab Matan, lalu lanjut kitab Syarah, selanjutnya kitab Hasyiah.

Contohnya orang kalau memahami kitab Minhajuttholibin, Imam Nawawi.

Ketika sudah paham sampai khatam, baca matan Minhajuttholibin. Lanjut syarahnya, nah itu pun ada tingkatan selanjutnya lagi.

Orang itu baca Syarah paling tidak tujuannya itu ada 2 :

1. Untuk memahami penjelasan dimatan, kalau tidak paham dimatan maka dia bisa merujuk ke kitab Syarah.

2. Untuk memahami secara luas wawasan, yang pembahasannya tidak disebutkan dimatan

Pertama, Pahami dulu kitab Sirajul wahhaj dan Ujalatul Muhtaj kedua kitab itu syarah singkat dari Minhajuttholibin. sehingga hampir tidak ada disebutkan ta'lil, masail tambahan, emang bener-bener ringkas. kalaupun ada muqobil biasanya cuma disebutin satu doang. padahal di syarah lain bisa sampai dua bahkan tiga muqobil. kalau ingin lebih tawassu' (memahami secara luas) bisa baca najmul wahhaj nya imam Ad-damiri. cuma sayang nya disitu beliau masih banyak terpengaruh dengan pendapat2nya imam subki yang terkadang menyelisihi mu'tamad syafi'iyyah.

Kedua, saya sarankan baca Mughni Muhtaj Syarh Minhaj karena Mughni Muhtaj ini bahasa nya paling mudah dibanding tuhfah, nihayah. dan kerennya biasanya imam syirbini menyebutkan furu' tambahan dari masalah yg ada diminhaj dan kemudian baru baca mahalli.

Kedua kitab itu sangat membantu jika kita pengen tau muqobil dari setiap pendapat yang ada di minhaj dan illat dari setiap pendapat mu'tamad dan muqobil, maka bisa rujuk kedua kitab itu yakni Mughni Muhtaj dan Kanzurroghibin (Mahalli). karena muallif kedua kitab itu biasanya selalu menyebutkan muqobil dari setiap pendapat dan juga illat nya. apalagi kalau imam nawawi menyebutkan masalah yg status mu'tamadnya dilabeli dengan "al mazhab" terkadang kita kesulitan untuk mencari apakah pendapat ini diambil dari thoriq qotho' atau thoriq khilaf. dan untuk mengetahuinya kita bisa cek di mughni karena biasanya muallif selalu menyebutkan nya

kalau dirasa sudah dapat dzauq dari kitab minhaj, maka dilanjutkan dengan kitab tingkatan selanjutnya.

Ketiga, Tuhfah Al-Muhtaj dan Nihayatul Muhtaj buah karya ulama Muta'akhirin Syafi'iyyah yang sangat luar biasa.

Mayoritas ulama Mesir berpegang pada pendapat yang di Komentar lain imam Muhammad Al-Ramli dalam kitab-kitab beliau terutama kitab Nihayah Al-Muhtaj, Karena kitab tersebut pernah dibacakan dihadapan 400 Ulama'. Sedangkan Ulama-ulama Hadramaut,Syam dan mayoritas Ulama' Yaman dan Hijaz berpegang pada fatwa-fatwa Imam Ibnu Hajar dalam kitab-kitab beliau, terutama kitab Tuhfah Al-Muhtaj. Karena di dalamnya banyak mencakup nash-nash imam Syafi'i serta ketelitian dan kejelian Mushonnif kitab yakni imam Ibnu Hajar, bahkan kitab Al-Tuhfah Al-Muhtaj karya beliau tersebut pernah dibacakan Imam Ibnu Hajar dihadapan Ulama' ahli Tahqiq yang tidak Terhitung Jumlahnya.

kalau tuhfah identik dengan bahasa nya yg sulit. karena memang kitab ini ditulis dalam waktu cuma sekitar 6 bulan sehingga tidak banyak revisi sana sini. dan dituhfah hampir tidak pernah disebutkan dalil naqli alquran dan hadits terhadap hukum yg ada di minhaj. kalaupun ada hanya sedikit. dan juga dituhfatul muhtaj banyak mustolahat-mustolahat khusus. penjelasan detail nya bisa baca kitab tadzkirotul ikhwan sebagai bekal untuk memahami Tuhfatul Muhtaj 

kalau nihayah itu bahasanya jauh lebih mudah daripada tuhfah. karena masa penulisan kitab ini jauh lebih lama daripada tuhfah sehingga pastinya muallif banyak melakukan revisi sana sini.

Maka, kesimpulannya adalah jika kita ingin memahami betul fan keilmuan Islam, wajiblah memahami dengan cara sistematis, semua ada tingkatannya. Bayi yang baru saja lahir tidak disuruh jalan langsung, tetapi dengan bertahal telentang, duduk lalu berdiri. Begitu juga dalam dunia keilmuan, harus bertahap. Biasanya orang yang belajar tidak secara sistematis maka ia akan salah faham atau bahkan sama sekali tidak paham.

Tulisan yang sangat bagus dari Buya Fakhry Emil Habib 

link :

0 Komentar