3 Nasihat Pernikahan dari Kiai Hudzaifah Mu'awwam Ringinagung
Pertama, orang berumah tangga harus saling menyadari dan menerima kekurangan masing-masing. Saling melengkapi.
Kedua, suami-istri seyogyanya mengupayakan yang terbaik dalam menjalankan kewajiban masing-masing. Baik kewajiban seorang suami ataupun istri.
Ketiga, pasangan suami-istri jangan mengedepankan ego masing-masing. Harus bisa bermusyawarah. Saling mendengar. Saling bertukar pandangan untuk kemaslahatan bersama.
***
"Ditenggo riyen njih mas, kulo tak jamaah Ashar rumiyin." Begitu sambutan ramah Kiai Hudzaifah dari ruang tengah. Kami lega mendengarnya, meskipun dari balik pintu luar ndalem. Tanda dapat bertemu sowan. Suara beliau yang khas, kebapakan, dan "ngewongke" tamu. Tidak berubah. Masih sama persis belasan tahun yang lalu. Saat kami masih nyantri di Ringinagung. Baik sowan karena keperluan kepanitiaan ataupun lainnya.
Tahun lalu, 18 April 2024, kami sowan ke Ringinagung. Pesantren sepuh di Pare Kediri. Meskipun dua malam menginap, tapi belum bisa merata sowan ke pengasuh. Mengingat pesantren yang didirikan oleh Simbah Nawawi ini diasuh oleh puluhan kiai. Salah satunya adalah Kiai Hudzaifah Mu'awam.
Kiai Hudzaifah lebih familiar dipanggil Pak Let. Sebagian memanggil Gus Let. Dari nama Sarkulet. Entah mengapa sebutan ini lebih terbiasa bagi kami para murid-muridnya. Selain belajar di bawah asuhan masyayikh Ringinagung, Kiai Hudzaifah juga belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Di antaranya adalah Pesantren Tanggir Tuban, Pesantren Lasem Rembang, dan lainnya.
Salah satu bentuk keistiqomahan beliau adalah menjadi menjadi imam shalat Dhuhur di masjid Ringinangung. Setelah jamaah kemudian ngaji balagh kitab kuning di serambi. Di bulan Ramadhan, beliau rutin membacakan kitab Bidayatul Hidayah. Kitab tasawuf-fiqih karya Imam al-Ghazali. Hanya dalam waktu belasan hari, kitab ini khatam.
Dalam kehidupan sehari-hari, Kiai Hudzaifah meneladankan hidup sederhana. Tanpa berbicara muluk-muluk. Para santri bisa melihat langsung dari keteladanannya. Meskipun memiliki ribuan santri, aset tanah sawah dan ladang, namun Kiai Hudzaifah tidak memilih hidup mewah. Kediaman beliau cukup berdinding bambu. Berlantai tanah. Sepeda ontel dan sepeda motor butut. Sama halnya dengan aksesoris, Kiai Hudzaifah memilih sarung, baju, kopiyah yang sederhana.
Alhamdulillah, sebagai bekal memulai bahtera rumah tangga, kami bisa sowan meminta nasihat dan doa dari Kiai Hudzaifah. Tiga nasihat beliau adalah pembuka tulisan ini di atas. Hampir satu jam kami bisa mendengar petuah Kiai Hudzaifah. Saat kami pamit, beliau mendoakan. Mugi-mugi hasil maksud. Berkah maslahat.
0 Komentar