Menjadi Muslim yang Njawani

Menjadi Muslim yang Njawani

وكانت سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم انه يطعم ما يجده في ارضه ويلبس ما يجده ويركب ما يجده مما اباحه الله تعالي فمن اطعم ما يجده في ارضه فهو المتبع للسنة كما انه حج البيت من مدينة نفسه فمن حج البيت من مدينة نفسه فهو المتبع للسنة
 
Ketika acara Dzikro Maulidir Rasul di Padurenan, Gebog, Kudus pada 28 Rabiul awwal 1428 H / 08 April 2007 M, Syaikhina Maimoen Zubair Sarang menjelaskan, bahwa Negeri Jawa itu mencakup kawasan Asia tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura dan lain-lain, sehingga kemudian di zaman dahulu ada dua istilah dalam merujuk kepada istilah Negeri Jawa, yakni Jawa al-Mari dan Jawa al-Mariki. Jawa al-Mari itu merujuk kepada Negeri Jawa yang di luar pulau Jawa, sementara Jawa al-Mariki merujuk kepada Negeri yang ada di pulau Jawa itu sendiri

" Mulane mbiyen Kulo alit Niku ono Jawa
  al-Mari lan Ono Jawa al-Mariki. Jawa
  al-Mari niku Luar Jawa, ingkang Jawa
  al-Mariki niku Jawa Mriki.." kata beliau 

Penjelasan Syaikhina Maimoen tersebut selaras dengan penelitian Yuki Siozaki dalam karyanya yang berjudul Ahmad al-Fatani Fatwa Collection on Modern Problems: Souteast Asian Ulama’ in the Middle East and the Transition of Fiqh Methodology in the Late 19th Century (Tokyo: SIAS Working Paper Series 21, May 2012) yang menyebut, bahwa dalam sumber-sumber sejarah Arab, kata "Jawa" atau "Negeri Jawa" merupakan istilah Arab untuk menjelaskan kawasan Asia Tenggara. Istilah ini mencakup wilayah Indonesia, Malaysia, Singapura, Kesultanan Brunei Darussalam, Pattani (di Thailand), Mindanao (di Filipina) dan Shamia (di Kamboja dan Vietnam). Orang² yang datang dari wilayah ini dikenal dengan nama "al-Jawi" atau orang Jawa, dengan bentuk jamaknya "Jawiyyun" atau "al-Jawah".

Dalam kesempatan lain, yakni ketika Haul KH. Munawwar ke-46 pada 5 Dzulqa'dah 1438 H / 29 Juli 2017 M, Syaikhina Maimoen menjelaskan, bahwa orang Jawa itu sudah semestinya harus tahu tentang Jawa, baik sisi sejarahnya, filosofinya & karakternya. Hal ini tidak lain karena pengetahuan itu merupakan bagian dari pengamalan riwayat 

مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّه

Kemudian Saat Haul Syaikh Abdul Qohar Ngampel Blora pada 15 Muharram 1429 H / 23 Januari 2008 M, Syaikhina Maimoen menjelaskan, bahwa Islam datang ke Jawa dengan cara melebur dengan budaya dan tradisi yang ada di Jawa itu sendiri. Oleh karenanya, seseorang harus tetap menjaga budaya yang ada dengan tetap menjaga agamanya 

" Mulane Jowo yo kudu Kito gowo, Arab
  yo kudu Kito digarap.." dawuh beliau 

Beliau kemudian mencontohkan, bahwa diantara kearifan lokal dari tradisi & budaya Jawa adlh tradisi sungkeman saat lebaran, Sungkeman kepada orang tua di Arab adalah dengan cara menarik jenggotnya, sementara di Jawa adalah dengan cara mencium tangan orang tua, begitupun dlm masalah peci, budaya memakai peci haji di Jawa sebenarnya hanyalah diperuntukkan bagi orang yg telah pergi haji

" Wong Arab nak wayahe bodo iku ndemek Jenggote wong tuwo, nak awakmu wong Jowo ngono iku jenenge ora nduwe toto kromo, mulane coro Jowo yo coro Jowo, Malah nak isho sing klop, koyo kopyahan kaji nak wes teko kaji, nak durung yo Ojo.."

Contoh dari Syaikhina Maimoen tersebut selaras dengan penjelasan dari Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki (w: 1425 H) dalam kitabnya Manhajus Salaf Fi Fahmin Nushush, bahwa termasuk mengikuti Sunnah Rasulullah adalah memakan apa yang ada di daerahnya, memakai pakaian yang ada di daerahnya, mengendarai apa yang biasa ada di daerahnya, asalkan semua itu masih dalm koridor yg diperbolehkan

وكانت سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم انه يطعم ما يجده في ارضه ويلبس ما يجده ويركب ما يجده مما اباحه الله تعالي فمن اطعم ما يجده في ارضه فهو المتبع للسنة كما انه حج البيت من مدينة نفسه فمن حج البيت من مدينة نفسه فهو المتبع للسنة 

Termasuk juga dari karakteristik orang Jawa yang Syaikhina Maimoen contohkan adalah ketika mengisahkan Syaikh Nawawi al-Bantani dalam sanad kitab mirqotus shu'ud, dimana Syekh Nawawi yang notabene merupakan salah satu Masyayikh di Makkah al-Haram & menguasai berbagai ilmu memiliki sifat rendah diri selayaknya ulama² Jawa pada umumnya 

فكان الكياهي نووي شيخا من مشايخ الحرم الشريف عظيما في المعارف الدينية. ومع ذلك كله كان الشيخ نووي ما زال في طبعه وخلقه وسريرته في التضرع والتذلل وعدم التكبر والتعزز كان من عادته أن يكنس فناء بيته بنفسه. وفي يوم من الأيام جاء إليه شيخ عظيم من شيوخ جامعة الأزهر والشيخ نووي يكنس حينئذ. فقال سائلا: هل الشيخ نووي في البيت؟ فأجاب الشيخ نووي: نعم، وأنا كناس الشيخ نووي، فبعد أن تم أمر الكناسة سيخرج الشيخ نووي بن عمر للقائك واستقبالك إن شاء الله. فلما تم الأمر اغتسل ولبس ملبسة متعمما، فلبس الشيخ نووي الفوطة الجاوية فاستقبل ذلك الشيخ فتعجب ذلك الشيخ، فقال: أنت الشيخ نووي؟ قال: نعم أنا الشيخ نووي نفسه وشخصيته، والذي يكنس في فناء البيت هو كناس الشيخ نووي. هكذا دأب علماء جاوى

Walhasil, menjadi Muslim yang Njawani bukan berarti Jawa sentris atau menihilkan peranan agama, namun arti dari enjadi Muslim yang Njawani adlah tetap berpijak pada tradisi sekaligus bernafas dengan nilai² Islam.

0 Komentar