Slametan Atau Resepsi Dengan Uang Hasil dari Hutang?

Hukum mengadakan slametan atau resepsi dengan uang hasil dari hutang?

Slametan adalah tradisi yang tidak bisa di pisahkan di tengah -tengah masyarakat kita. Namanya pun menyesuaikan dengan hajatnya. Semisal slametan hendak nikahan, namanya manggulan, ketika 7 bulan kehamilan namanya piton -piton. Namun naasnya ketika mau mengadakan slametan tersebut, kantong Lagi tidak bersahabat. Sehingga jalan pintasnya adalah berhutang, dan nanti akan dilunasi setelah acara selesai.

Dalam menyikapi permasalahan ini

Syekh Al Khotib asyarbini dalam kitab mugnil muhtaj mengatan.

وَمَنْ عَلَيْهِ دَيْنٌ أَوْ وَلَهُ مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ يُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يَتَصَدَّقَ حَتَّى يُؤَدِّيَ مَا عَلَيْهِ. قُلْتُ: الْأَصَحُّ تَحْرِيمُ صَدَقَتِهِ بِمَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ لِنَفَقَةِ مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ أَوْ لِدَيْنٍ لَا يَرْجُو لَهُ وَفَاءً، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ.

 وَأَمَّا تَقْدِيمُ الدَّيْنِ فَلِأَنَّ أَدَاءَهُ وَاجِبٌ فَيَتَقَدَّمُ عَلَى الْمَسْنُونِ، فَإِنْ رَجَا لَهُ وَفَاءً مِنْ جِهَةٍ أُخْرَى ظَاهِرَةٍ فَلَا بَأْسَ بِالتَّصَدُّقِ بِهِ.

 

"Barang siapa yang mempunyai hutang atau masih punya tanggungan orang yang wajib di nafkahi disunahkan untuk tidak bersedekah, sebelum hutangya dan tanggungan nafkahnya dilunasi. Bahkan menurut qoul ashoh haram kuhumnya bersedekah yang berdampak terbengkalainya nafkah keluarga, dan tidak bisa terbayarnya hutang. Akan tetapi jika ada kemungkinan besar hutang bisa dilunasi maka tidak masalah untuk bersedekah."

syekh abi bakar syatho dalam kitab  i'anatuttholibin mengatakan

فان غلب على ظنه ذلك جاز التصدق به بل قد يسن

 

"Jika ada kemungkinan besar hutang bisa dilunasi maka boleh bersedekah, bahkan hukumnya tetap sunah ."

Dari uraian diatas bisa disimpulkan bahwa, orang berhutang untuk selametan atau resepsi hukumnya diperbolehkan, dan tetep mendapatkan kesunahan sedekah dengan syarat ada dugaan kuat mampu melunasi hutangnya. Jika tidak ada kemungkinan untuk melunasi maka hukumnya haram dan sedekahnya juga tidak berpahala.

وَمَنْ عَلَيْهِ دَيْنٌ أَوْ وَلَهُ مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ يُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يَتَصَدَّقَ حَتَّى يُؤَدِّيَ مَا عَلَيْهِ. قُلْتُ: الْأَصَحُّ تَحْرِيمُ صَدَقَتِهِ بِمَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ لِنَفَقَةِ مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ أَوْ لِدَيْنٍ لَا يَرْجُو لَهُ وَفَاءً، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ. وَأَمَّا تَقْدِيمُ الدَّيْنِ فَلِأَنَّ أَدَاءَهُ وَاجِبٌ فَيَتَقَدَّمُ عَلَى الْمَسْنُونِ، فَإِنْ رَجَا لَهُ وَفَاءً مِنْ جِهَةٍ أُخْرَى ظَاهِرَةٍ فَلَا بَأْسَ بِالتَّصَدُّقِ بِهِ إلَّا إنْ حَصَلَ بِذَلِكَ تَأْخِيرٌ.

وَقَدْ وَجَبَ وَفَاءُ الدَّيْنِ عَلَى الْفَوْرِ بِمُطَالَبَةٍ أَوْ غَيْرِهَا، فَالْوَجْهُ وُجُوبُ الْمُبَادَرَةِ إلَى إيفَائِهِ وَتَحْرِيمُ الصَّدَقَةِ بِمَا يَتَوَجَّهُ إلَيْهِ دَفْعُهُ فِي دَيْنِهِ كَمَا قَالَهُ الْأَذْرَعِيُّ.

[الخطيب الشربيني ,مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج ,4/197]

وإنما حرم التصدق به لأن أداء الدين واجب لحق آدمي، فلا يجوز تفويته، أو تأخيره بسبب التطوع بالصدقة.

(قوله: ما لم يغلب على ظنه حصوله) أي وفاء الدين حالا في الحال، وعند الحلول في المؤجل.

فإن غلب على ظنه ذلك جاز التصدق به، بل قد يسن.

قال في التحفة: نعم، إن وجب أداؤه فورا لطلب صاحبه أو لعصيانه بسببه، ولم يعلم رضا صاحبه بالتأخير، حرم التصدق قبل وفائه مطلقا - كما تحرم صلاة النفل على من عليه فرض فوري -

[البكري الدمياطي ,إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين ,2/239]

Bpk M. Thohari muslim