Beliau lahir di Krueng Panjoe Gandapura pada tahun 1909. Setelah belajar agama di wilayahnya kepada beberapa guru setempat dan juga kepada orang tuanya, pada tahun 1923 dalam usia 14 tahun Teungku Usman Maqam dikirim oleh orangtuanya untuk belajar ke Makkah untuk memperdalam kajian keilmuan kepada para ulama yang ada di Kota Makkah.
Teungku Usman Maqam mengawali belajarnya di Madrasah Saulatiah Makkah yang dipimpin oleh Syekh Salim Rahmatullah, seorang ulama keturunan India, anak dari Syekh Rahmatullah Hindi teman Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Di antara guru-guru yang mengajar di Saulatiah adalah para ulama seperti: Syekh Muhammad Hasan Masyath, Syekh Sayyid Amin Kutbi, Syekh Ali bin Husen, Syekh Sayyid Alawy Abbas al Maliki dan para ulama lainnya.
Pada Madrasah Saulatiah Teungku Usman Maqam belajar selama lebih kurang sembilan tahun, mulai dari jenjang Ibtidaiyah sampai Aliyah. Dari ulama-ulama tersebut beliau belajar dengan segenap kesungguhan sehingga mengantarkan Teungku Usman Maqam muda menjadi seorang alim muda yang cendekia. Di antara ulama nusantara yang pernah belajar di Madrasah Saulatiah Mekkah adalah Syekh Muhammad Yasin Padang.
Syekh Yasin Padang adalah ulama Indonesia yang karya tulisnya banyak beredar di Timur Tengah dan kemudian mendirikan Madrasah Darul Ulum Diniyah bersama gurunya Sayyid Muhsin bin Ali al-Musawa. Sedangkan nama lain dari lulusan Saulatiah adalah Syekh Zainuddin Abdul Majid atau yang dikenal dengan Tuan Guru Pancor Pendiri Nahdhatul Watan Nusa Tenggara Barat.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Saulatiah, Teungku Haji Usman Maqam merasa ilmunya masih minim, sehingga beliau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu ke Darul Ulum Diniyah yang juga di Kota Makkah, dibawah kepemimpinan Syekh Sayyid Muhsin Ali al-Musawa, seorang ulama Palembang yang hijrah ke Makkah dan belajar dengan segenap kesungguhan sehingga dalam waktu singkat telah menjadi ulama yang diperhitungkan di Kota Makkah.
Sayyid Muhsin bin Ali al-Musawa bersama Syekh Yasin Padang menginisiasi berdirinya Darul Ulum Diniyah Mekkah.
Pada era kepemimpinan Syekh Muhammad Yasin Padang setelah Sayyid Muhsin, Darul Ulum Diniyah menjadi lembaga pendidikan yang diminati oleh pelajar nusantara, namun sayangnya Darul Ulum Diniyah ini ditutup setelah wafatnya Syekh Yasin Padang.
Syekh Yasin Padang juga mahaguru dari para ulama, di antara muridnya adalah Syekh Ismail Zain Yaman, Syekh Muhammad Alawy Saudi Arabia, Syekh Said Mamduh Mesir, Syekh Ali Jum’ah Mesir, Syekh Ma’bad Abdul Karim Mesir, Syekh Sa’ad Jawish Mesir, Syekh Salahuddin Tijani Mesir dan para ulama Arab lannya, selain murid-murid beliau dari Indonesia. Bahkan ulama besar Aleppo Syiria Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah sering menyebut Syekh Yasin Padang adalah gurunya, padahal usia keduanya sama, dan sama-sama ulama besar yang diperhitungkan dalam kancah keilmuan hadits kontemporer di Timur Tengah.
Kemungkinan besar Teungku Haji Usman Maqam juga salah satu murid Syekh Yasin Padang. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Darul Ulum Diniyah, karena kealimannya, Teungku Haji Usman Maqam dipercaya untuk mengajar di almamaternya Darul Ulum Diniyah, bahkan beliau telah memiliki izin menetap di Makkah dan telah menjadi seorang Syekh atau Teungku Chik.
Setelah 17 tahun beliau berada di Makkah, Teungku Haji Usman makam pulang kampung demi memajukan pendidikan untuk masyarakatnya khususnya di wilayah Gandapura Bireuen. Sepulang ke kampung halamannya beliau mulai membangun lembaga pendidikan dengan nama Madrasah Darul Ulum Gandapura.
Semenjak berdirinya, madrasah ini merupakan lembaga yang diminati oleh masyarakat setempat. Banyak para pelajar yang datang dari wilayah sekitar Gandapura Bireuen. Dan bahkan banyak lulusannya yang kelak menjadi ulama dan ilmuan berpengaruh seperti Abu Teupin Raya yang dikenal dengan ahli falak Aceh pernah belajar secara khusus ilmu falak kepada Syekh Usman Maqam.
Selain sebagai ulama yang memimpin lembaga pendidikan, Teungku Usman Maqam juga merupakan seorang Ahli Qira’at yang mampu menyusun sebuah karya tulis melebihi lima ratus halaman dalam bidang Qira’at, bahkan beliau menguasai qira’at tujuh, sepuluh dan empat belas. Maka tidak mengherankan bila di tahun 1965 beliau pernah menjadi juri Qira’at di MTQ Lhokseumawe. Karena untuk menguasai Qira’at, sesorang harus berinteraksi dengan Al-Qur’an secara mendalam, dan harus dibimbing secara bersanad sampai ke Rasulullah SAW.
Teungku Haji Usman Maqam juga dikenal sebagai ulama yang menguasai ilmu falak, dan ilmu ini didalaminya ketika beliau di Makkah, bahkan beliau mampu mengkader seorang ulama ahli falak Aceh yang terkenal yaitu Teungku Haji Muhammad Ali Irsyad. Sebelum ke Mesir, Abu Teupin Raya pernah belajar ilmu falak kepada Teungku Haji Usman Maqam selama dua tahun. Setelah pengabdian yang besar terhadap masyarakat, wafatlah Teungku Haji Usman Maqam pada tahun 1993.
Teungku Haji Usman Maqam:
Ulama Aceh Ahli Qira'at lulusan Makkah
Ditulis:
Nurkhalis Mukhtar
0 Komentar