Syaikhina KH. Maimoen Zubair saat ngaji tafsir Jalalain QS. al-Maidah: 15-26 Menjelaskan, bahwa dulu sebelum para ulama menekuni ilmu tertentu, seperti fiqh, usul fiqh, Hadits, Tafsir dan sebagainya pasti mereka memiliki pondasi hafalan Al-Qur'an terlebih dahulu, bahkan banyak dari mereka yang hafal Al-Qur'an sejak kecil, seperti Imam Syafi'i, Bukhari, Nawawi dll
" Biyen angger kapan ono wong apal Qur'an
mesti wong iku wong kang ngalim.."
Penjelasan Syaikhina Maimoen tersebut selaras dengan pernyataan Imam Nawawi dalam pengantar kitab “Majmu' Syarah Muhadzab”, bahwa mempelajari ilmu harus sesuai tahapan. Dan menghafal Al-Qur'an adalah hal urgen yang harus diprioritaskan terlebih dahulu. Ulama dulu tidak akan belajar Hadist dan fiqh, kecuali telah hafal Al-Qur'an terlebih dahulu
وأول ما يبدأ به حفظ القرآن العزيز، فهو أهم العلوم، وكان السلف لا يعلمون الحديث والفقه إلا لمن حفظ القرآن
Meski demikian, Syaikhina Maimoen melanjutkan, bahwa dengan melihat perkembangan zaman sekarang, hafal Al-Qur'an dan faham isinya seakan-akan menjadi sesuatu yang terpisah, banyak yang hafal Al-Qur'an namun tidak faham dan ada juga yang faham namun tidak hafal
“ ulama iku nak apal Qur'an, saiki kapan kiai umume ora apal Qur'an, mulane meh entek, sing apal Qur'an mung manthuk-manthuk thok ora ngerti karepe..” dawuh beliau
Lalu yang menjadi pertanyaan, mana yang lebih diprioritaskan untuk didahulukan antara menghafal Al-Qur'an dan belajar kitab ulama salaf dalam rangka memahami isi Al-Qur'an?
Ibnu al-'Ala' al-Hindi (786 H) dalam “al-Fatawa al-Tatarikhoniyah” menjelaskan bahwa, sudah seharusnya seseorang mendahulukan prioritas dalam perhatian mempelajari kitab para ulama seperti fiqh daripada menghafal Al-Quran. Sebab selain seseorang hanya dituntut hafal bacaan yang wajib dalam sholat, hukum menghafal selur Al-Qur'an adalah fardhu kifayah, sementara belajar hukum agama adalah fardhu 'ain
اعلم أن حفظ القرآن مقدار ما تجوز به الصَّلاة فرض عين على المسلمين، وحفظ فاتحة الكتاب وسورة واجب على كل مسلم، وحفظ جميع القرآن على سبيل الكفاية على الأمة. وقال في الكبرى: وتعلم الفقه أولى من تعلم جميع القرآن لأنه فرض كفاية وتعلم ما لا بدَّ منه فرض عين
Sementara itu, Menurut Ahmad Amin (w: 1373 H / 1954 M) dalam kitab “Dzuhrul Islam”, bahwa metode pembelajaran mendahulukan hafalan Al-Qur'an daripada selainnya seperti di kawasan timur (Masyriq) adalah metode yang tidak efektif, Sebab hafal tanpa paham akan berdampak pada kesalahan memahami dimasa selanjutnya, demikian juga mendahulukan belajar karya para ulama seperti di Andalusia (Spanyol) yang tidak efektif, Sebab itu menyampingkan kedua-duanya. Oleh karena itu, Seharusnya anak lebih dulu disuruh menghafal Al-Qur'an meski tanpa paham, lalu diajari bahasa arab dan setelahnya belajar Al-Qur'an lagi
ولذلك نصح بعضهم بأن يحفظ الطفل القران أول الأمر ولو من غير فهم ثم يتعلم العلوم العربية ثم يعود إلى القرآن ثانية وقد استطاع الفهم
Menurut Syamsuddin Muhammad al-Safarini (w: 1188 H) dalam kitabnya “Ghidza' al-Albab” telah memberikan solusi, bahwa hendaknya bagi seorang anak kecil untuk mendahulukan hafalan Al-Quran, sementara bagi seorang yang usianya tidak lagi muda, maka hendaknya mendahulukan belajar tentang hukum agama, sebab seorang anak relatif memiliki kelonggaran untuk mempelajari berbagai hal, sementara orang yang berusia lanjut tidak memiliki hal itu
أما الصغير فالاولى أن يبدأ له بحفظ القرآن وعليه حمل كلام الإمام أحمد الذي نقله عنه الميموني. سألت أبا عبد الله أيهما أحب إليك أبدأ ابني بالقرآن أو بالحديث قال: لا، بالقرآن. قلت: أعلمه كله؟ قال: إلا أن يعسر فتعلمه منه، ثم قال لي: إذا قرأ أولا تعود القراءة ثم لزمها وأما الكبير فالأولى أن يبدأ بتعلم باقي العلوم وعلى هذا حمل قول ابن المبارك حين سأله رجل: يا ابا عبد الرحمن في أي شيء أجعل فضل يومي، في تعلم القرآن أو في تعلم العلم؟ فقال: هل تحسن من القرآن ما تقوم به صلاتك؟ قال نعم، قال: عليك بالعلم. هذا متعين إذا كان مكلفا لأنه فرض فيقدم على النفل وكلام أحمد إنما هو في الصغير كما هو ظاهر السياق والذي سأل ابن المبارك كان رجلا فلا تعارض، وأما الصغير فيقدم حفظ القرآن لما ذكره أحمد من المعنى ولأنه عبادة يمكن إدراكها والفراغ منها في الصغر غالبا والعلم عبادة العمر لا يفرغ منه
Walhasil, menghafal Al-Quran adalah hal mulia dan begitu besar pahalanya, namun memandang efisiensi waktu, kemampuan akal dan memprioritaskan hal yang bersifat wajib, maka hendaknya seorang mempelajari kitab karya para ulama dulu, apalagi yang terkait dengan hukum dan aqidah, seperti penjelasan Syaikhina Maimoen yang dimuat dalam Tafsir “kalla saya'lamun” bahwa Al-Qur'an diturunkan tidak hanya sekedar untuk bacaan dan sima'an, namun juga sebagai pedoman bagi kehidupan
ومن قرأ القرآن بدون تدبر فلا يعيَّر ولا يمدح، إن عيرتَه كفرتَ، لأن الذي يقرأه هو القرآن كتاب الله، وإن مدحتَه فلا يكون ذلك، لأنه لا يأخذ العلم من القرآن ولا يتدبر، بل كيف يستحق المدح مفضول
Wallahu Ta'ala a'lam bis Shawab
0 Komentar